SKRIPSI HUKUM: TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION 1972


BAB I  
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang  Dunia internasional dihadapkan kepada beragam aspek dan kepentingan  yang berbeda antara kepentingan satu negara dengan kepentingan negara lain.
Dalam tatanan dunia internasional tersebut, segala bangsa dan negara perlu untuk menyadari apa yang akan terjadi bilamana suatu bangsa atau negara secara  sendiri-sendiri atau bersama-sama, berlaku/bertindak tanpa memperhatikan  aspek/kepentingan lain dalam mencapai suatu tujuan dari tindakan tersebut.

Tindakan negara tersebut terkadang  dapat menimbulkan  kerugian/perselisihan antar suatu negara dengan negara lain, ataupun antar hukum  yang digunakan oleh suatu negara dengan negara lain. Oleh karena itu, selain  patut memperhatikan kepentingan bangsa atau negara lain, seharusnyalah segala  tindakan dan hubungan antara berbagai bangsa/ negara itu dilandaskan pada  norma-norma Hukum Internasional.
Dengan berlandaskan pada norma-norma tersebut, walaupun pada saat ini  masyarakat internasional terutama yang terdiri dari negara-negara merdeka dan  berdulat yang tidak mengakui kekuasaan tertinggi negara lainnya, namun  sebenarnya kedaulatan dan kekuasaan tertinggi negara itu tidaklah tanpa batas.
Kedaulatan negara dibatasi oleh batas-batas wilayah serta pada oleh kedaulatan  negara lainnya.
Dengan demikian, dalam pelaksanaan tindakan/ jurisdiksinya suatu negara  perlu memperhatikan akibat-akibat yang mungkin terjadi serta pertanggung-  jawaban yang ditimbulkan dari akibat-akibat tersebut.  Berdasarkan hukum  internasional, suatu negara bertanggung jawab bilamana suatu perbuatan atau  kelalaian yang dapat dipertautkan kepadanya melahirkan pelanggaran terhadap  suatu kewajiban internasional, baik yang lahir dari suatu perjanjian internasional  maupun dari sumber hukum internasional lainnya. Dengan demikian, secara  umum, unsur-unsur tanggung jawab negara adalah :  1.  Ada perbuatan atau kelalaian (act or omission) yang dapat dipertautkan  (imputable) kepada suatu negara; 2.  Perbuatan atau kelalaian itu merupakan suatu pelanggaran terhadap suatu  kewajiban internasional, baik kewajiban itu lahir dari perjanjian maupun  dari sumber hukum internasional lainnya.
Suatu konsep Hukum Internasional adalah berlaku apabila telah diterima  sebagai suatu ketentuan yang mengatur oleh Masyarakat Internasional itu sendiri.
Hal ini dapat berupa suatu Kebiasaan Internasional yang telah lama ada, maupun  berdasarkan atas suatu landasan hukum yang dilakukan oleh dua atau lebih negara  sebagai salah satu subjek Hukum Internasional yang telah diakui keberadaannya.
Dalam bukunya yang berjudul, “Pengantar Hukum Internasional”, J. G. Starke  memberikan definisi Hukum Internasional sebagai berikut: “Keseluruhan hukum  yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku   Setyabudi, Eddy, Aspek Politik Juridis Peertanggungjawaban Internasional tentang  Jatuhnya Benda-Benda Buatan Manusia yang Diluncurkan ke Antaraiksa. Makalah Seminar  Nasional Hukum Antariksa, LAPAN, 1985  yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat utuk menaati, dan karenya,  benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan negara-negara satu sama lain.”  Seorang sarjana hukum Belanda yang sangat terkenal terutama dalam  Hukum Internasional, Grotius (Hugo de Groot: 1583-1645) menulis secara  sistematis tentang kebijaksanaan perang dan damai dalam bukunya, “De Jure  Belli ac Pacis” (The Law of War and Peace = Perihal Hukum Perang dan Damai),  membahas mengenai kebiasaan-kebiasaan (customs) yang diikuti negara-negara  dari zamannya. Ia juga memperkenalkan beberapa doktrin Hukum Internasional,  misal doktrin “Hukum Kodrat” (Law of Nature) yang menjadi sumber dari  Hukum Internasional itu di samping kebiasaan dan traktat. Dan hubungan dengan  karangannya ini, maka Grotius dianggap sebagai “Bapak dari Hukum  Internasional” (Father of The Law of Nations).
  J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 Edisi Kesepuluh, Jakarta : Sinar  Grafika,2009, hal 3.
 Mochtar Kmaatmadja, LLM., Pengantar Hukum Internasional, Penerbit: Bonacipta,  Bandung , 1977, Hal. 23-24.
Secara khs mengenai latar belakang pemilihan judul skripsi ini adalah  erat berhubungan dengan konsep dan kaedah yang terdapat di dalam Hukum  Internasional dengan mengamati dan meneliti aspek perkembangannya. Saat ini  telah dirasakan pula arti pentingnya suatu bagian dari Hukum Internasional  tersebut, yakni mengenai Hukum Udara dan Ruang Angkasa Internasional yang  keberadaannya perlu dicermati. Mengingat bahwa wilayah udara dan ruang  angkasa telah menjadi suatu sumber daya yang penting bagi pertahanan dan  keamanan, juga bernilai ekonomis tinggi di dalam pemanfaatannya.   Kini kita dihadapkan pada suatu tantangan di era globalisasi dimana semua  sudah berkembang sangat maju. Priyatna Abdurrasyid mengemukakan bahwa:  “Kini kita hidup dalam abad angkasa (Space Age). Ilmu pengetahuan yang  selamanya bergerak maju, berkembang pesat dalam 50 tahun terakhir ini, terutama  sejak Perang Dunia II. Kemajuan teknologi khsnya teknologi penerbangan  pada abad kini memberi akibat yang positif kepada tingkat kehidupan manusia  yang sekarang telah mampu melakukan penerbangan-penerbangan ke dan di  ruang angkasa.”   Priyatna Abdurrasyid, Pengantar Hukum Ruang Angkasa Dan Space Treaty 1967,  Binacipta, Bandung 1977,Hal 4.
Ruang angkasa merupakan warisan bersama umat manusia. Adanya  prinsip “Common Heritage of Mankind” (Warisan bagi Seluruh Manusia) dan “First Come First Served” (Kebebasan Mengeksploitasi) di dalam pemanfaatan  ruang angkasa, membuat negara-negara maju yang memiliki teknologi tinggi  secara berlomba-lomba ingin menguasai pemanfaatan kawasan ruang angkasa  tersebut.
Semenjak ditemukannya balon-balon udara pada abad ke-18 dan  kemudian pesawat udara pada abad ke-20, perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi telah berhasil menciptakan alat-alat yang canggih termasuk  ditemukannya alat-alat penerbangan ke luar angkasa. Sejalan dengan itu timbul  pula adanya keperluan pengaturan kegiatan ruang angkasa dan peraturanperaturan yang mengatur tentang ruang angkasa untuk menghindari adanya  penyalahgunaan dan pelanggaran yang dapat membahayakan ruang angkasa.   Untuk penerbangan di ruang angkasa diawali  pada tanggal 4 Oktober  1957, dimana pada saat itu Uni Soviet (sekarang telah berubah/pecah menjadi  beberapa negara yang berdiri sendiri) berhasil meluncurkan satelit buminya yang  pertama. Keberhasilan ini menimbulkan penghargaan dan pandangan terhadap  Uni Soviet membumbung tinggi, sekaligus menurunkan gengsi Amerika Serikat  yang merupakan negara saingannya.
Sejak keberhasilan Uni Soviet meluncurkan satelitnya yang diberi nama  Sputnik I, maka Amerika Serikat berusaha pula untuk menyaingi atau setidaktidaknya mensejajarkan kedudukannya dengan pihak Uni Soviet dalam berbagai  kemajuan khsnya teknologi ruang angkasa.
Pendaratan yang dilakukan oleh astronot Amerika Serikat di bulan dengan  mulus merupakan kejadian yang menggemparkan dunia internasional dan  sekaligus menaikkan gengsi Amerika Serikat di forum internasional.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang telah dicapai di  bidang keantariksaan telah memungkinkan dan membuka kesempatan yang cukup  besar bagi berbagai pihak maupun negara tertentu untuk melakukan kegiatan di  ruang angkasa. Kegiatan dalam bidang keantariksaan ini nampaknya akan terus  meningkat baik mengenai jumlah negara yang terlibat di dalamnya maupun  mengenai ruang lingkupnya.
Memang, berbagai bentuk pesawat ruang angkasa (flight instrumentalities)  telah diciptakan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet. Berbagai bentuk satelit,  stasiun ruang angkasa serta kendaraan ruang angkasa lainnya telah mengorbit  bumi atau menjelajahi ruang angkasa. Semua alat-alat atau benda-benda buatan  manusia itu telah dimanfaatkan guna peningkatan kualitas dan taraf hidup  manusia, penelitian ilmu pengetahuan dan pencarian sumber-sumber alam baru.
 1.  komunikasi Salah satu hal yang sedang berkembang pesat dalam era modern ini adalah  komersialisasi ruang angkasa. Hal ini adalah suatu fenomena baru memasuki abad  ke-21 ini. Walaupun era komersialisasi ruang angkasa telah berlangsung dalam  dunia ini belum ada perjanjian-perjanjian internasional yang telah menjelaskan  pengertian istilah ini atau definisi istilah lain yang mempunyai maksud yang  sama. Untuk sementara dapat dikemukakan bahwa komersialisasi ruang angkasa  itu adalah segala macam aktivitas yang berhubungan ruang angkasa untuk  memperoleh suatu keuntungan ekonomis.
Aktivitas komersial ini dilakukan oleh semua pihak baik dilakukan oleh  badan-badan pemerintah ataupun swasta, nasional maupun badan internasional.
Banyak juga aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh badan-badan semi pemerintah  yang melibatkan perusahaan swasta atau yang sahamnya dimiliki swasta.
Bentuk-bentuk aktivitas yang telah atau sedang berkembang untuk di  komersialkan adalah : 2.  penginderaan jauh 3.  sistem transportasi ruang angkasa 4.  pengolahan bahan 5.  pembangkit tenaga 6.  pertambangan  Juajir Sumardi, Hukum Ruang Angkasa, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, Hal. 2-3  Semua bentuk kegiatan atau aktivitas diatas sangat menentukan tingkat  kemajuan di masa yang akan datang. Aktivitas komersial di ruang angkasa di satu  sisi memang memberikan dampak positif bagi kehidupan tetapi di sisi lainnya  aktivitas komersial ruang angkasa juga dapat menimbulkan dampak negatif.
Salah satu indikator perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas komersial  di ruang angkasa adalah besarnya peningkatan frekuensi dan jumlah peluncuran  satelit serta penempatan benda antariksa (satelit dan roket) di ruang angkasa.
Frekuensi dan peluncuran satelit pun akan semakin meningkat mengingat  meningkatnya kebutuhan akan pemanfaatan satelit baik untuk keperluan  telekomunikasi maupun keperluan lainnya seperti : penginderaan jauh,  meteorologi, navigasi, siaran televisi secara langsung melalui satelit serta kegiatan  militer.
Perkembangan kegiatan antariksa dan peluncuran benda-benda antariksa  buatan manusia yang selanjutnya disebut sebagai benda antariksa (space objects)  yang diakibatkan oleh komersialisasi ruang angkasa akan berlanjut tanpa  hentinya. Pada saat ini banyak sekali benda-benda antariksa buatan manusia  berupa satelit, fragment dari satelit atau roket yang berada di ruang angkasa, dan  itu semua akan semakin bertambah banyak seiring dengan terus berjalannya  aktivitas komersial di ruang angkasa.
Namun, di samping hasil-hasil yang positif dari aplikasi teknologi ruang  angkasa, tidak dapat diabaikan begitu saja kenyataan yang telah menimbulkan  kerugian bagi masyarakat internasional. Dalam hal ini, kerugian yang terjadi  menimbulkan pertanggungjawaban dari negara yang melakukan pemanfaatan  terhadap peluncuran benda ruang angkasa tersebut.
Atas dasar dominasi politik dan militer, maka nampaklah bahwa kemajuan  ilmu pengetahuan dan teknologi ruang angkasa itu dapat menimbulkan dua arah  dampak, yaitu di samping memberikan dampak positif juga dapat menimbulkan  dampak negatif terhadap umat manusia itu sendiri yang menimbulkan berbagai  kerugian yang perlu dipertanggungjawabkan.
 Setiap benda antariksa (space objects) baik benda  antariksa buatan  manusia mempunyai suatu jangka waktu "life time" untuk dapat terus berada di  orbit, setiap benda antariksa terutama yang berada pada orbit rendah dan  menengah yang "life time" nya sudah berakhir atau mengalami kerusakan  (malfunction) pasti akan selalu jatuh ke bumi.
Akibat negatif dari aktivitas ruang angkasa pada umumnya lebih dari  sekedar resiko kehilangan atau kerusakan. Percobaan-percobaan yang berbahaya  dapat mempengaruhi keberadaan umat manusia secara keseluruhan, merusak  lingkungan bumi, mencemari atmosfer dan menimbulkan gangguan berat terhadap  kehidupan.
 Benda antariksa yang jatuh kembali ke bumi akan melalui dan bergesekan  dengan lapisan udara atau atmosfer bumi yang makin dekat ke permukaan bumi  makin tinggi kecepatannya, sehingga akan terjadi gesekan dengan lapisan udara  yang menimbulkan panas yang sangat tinggi dan akan mengakibatkan benda  antariksa tersebut pecah menjadi bagian kepingan-kepingan kecil yang disebut   Priyatna Abdurrasyid. Op. Cit. Hal 5.
 Juajir Sumardi. Op. Cit. Hal. 8.
sebagai sampah antariksa atau Space Debris, yang dapat menimpa suatu wilayah  ribuan sampai dengan puluhan ribu kilometer luasnya.
Sudah tentu "Space Debris" yang jatuh ke wilayah permukaan bumi dapat  menimbulkan kerugian, kehilangan terhadap makhluk hidup, harta benda, dan  lingkungan apalagi bila sampah antariksa tersebut memuat bahan radioaktif  ataunuklir yang dapat menimbulkan pencemaran dan radiasi yang dapat  mengancam kelangsungan hidup makhluk hidup yang tinggal di daerah sekitar  jatuhnya sampah antariksa tersebut.
Keadaan seperti ini merupakan permulaan pengotoran antariksa dan dapat  menimbulkan dampak yang  merugikan dan membahayakan manusia maupun  kegiatan keantariksaan itu sendiri. Mengingat pentingnya masalah ini, banyak  negara memperhatikan dan mencari penyelesaian dalam masalah yang  ditimbulkan oleh aktivitas komersial ruang angkasa ini.
Konsep tentang pertanggungjawaban negara dalam hukum ruang angkasa  dirumuskan dalam bentuk pembatasan terhadap kebebasan melakukan aktivitas,  termasuk tentunya untuk tujuan komersial.  Bila dihubungkan dengan dengan  masalah tanggung jawab negara dalam keterkaitan aktivitasnya di ruang angkasa,  maka jelaslah negara yang melakukan kegiatan atau memanfaatkan sumber daya  ruang angkasa tidak boleh merugikan negara lain.
 Salah satu konvensi yang relevan dengan masalah pertanggungjawaban ini  adalah "Convention of International Liability for Damage by Space Objetcs 1972". Konvensi ini berkaitan dengan masalah pengaturan pertanggungjawaban   Ibid. Hal 37.
secara internasional yang dibebankan kepada negara-negara yang melakukan  kegiatan peluncuran Space Object ke ruang angkasa yang merugikan yaitu adanya  kerusakan atau kecelakaan baik terhadap harta benda atau manusia atau  lingkungan di permukaan bumi yang diakibatkan Space Object yang diluncurkan  ke ruang angkasa.
Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan di sini adalah sejauh mana  pertanggungjawaban negara peluncur apabila ada benda antariksa yang  merupakan produk komersial ruang angkasa seperti satelit yang jatuh ke wilayah  permukaan bumi, kemudian apabila pihak yang mengalami kerugian ingin  menuntut, bagaimanakah tata cara pengajuan ganti rugi yang diatur menurut  hukum angkasa. Mengingat banyaknya masalah-masalah yang terjadi belakangan  ini yang disebabkan oleh aktivitas komersial di ruang angkasa.
Sesuai uraian di ataslah yang mendorong rasa keingintahuan penulis untuk  lebih mengetahui dan mengerti tentang pertanggunggjawaban negara perihal  kerugian yang diakibatkan oleh aktivitas komersial di ruang angkasa tersebut dan  selanjutnya memilih judul skripsi:  “TANGGUNG JAWAB NEGARA  TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU  DARI SPACE LIABILITY CONVENTION 1972”.
B. Perumusan Masalah  
Berdasarkan uraian di atas dan untuk memfokuskan pembahasan dalam  penulisan ini, maka pokok permasalahan yang menjadi objek pembahasan dalam  skripsi ini adalah sebagai berikut:   1.  Bagaimana perkembangan hukum internasional mengenai kegiatan di ruang  angkasa ? 2.  Bagaimanakah prinsip tanggung jawab negara menurut hukum internasional ?  3.  Bagaimanakah tanggung jawab negara terhadap peluncuran benda ruang angkasa  ditinjau dari space liability convention 1972?  
C. Tujuan Penulisan   
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:  1.  Untuk mengetahui perkembangan hukum internasional mengenai kegiatan di  ruang angkasa.
2.  Untuk mengetahui prinsip tanggung jawab negara menurut hukum internasional.
3.  Untuk mengetahui tanggung jawab negara terhadap peluncuran benda ruang  angkasa ditinjau dari space liability convention 1972.
D. Keaslian Penulisan  
Sehubungan dengan judul skripsi ini, maka telah dilakukan pemeriksaan di  arsip yang ada pada Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum  . Berdasarkan hasil pemeriksaan, judul skripsi di atas  tidak ada yang sama dengan judul skripsi lainnya baik yang ditulis sekarang  maupun yang terdahulu. Dengan demikian judul skripsi ini adalah asli dan dapat  dipertanggungjawabkan secara akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan  
Ditinjau dari judulnya, “Tanggung Jawab Negara Terhadap  Peluncuran Benda Ruang Angkasa Ditinjau Dari Space Liability Convention 1972”, maka mengandung makna sebagai berikut.   1.  Tanggung Jawab artinya keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau  terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, ; menerima  pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain.
2.  Negara artinya organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan  tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat, kelompok sosial yang menduduki  wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik  pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak  menentukan tujuan nasionalnya.
3.  Peluncuran artinya jalan (tempat) untuk meluncur; proses, cara, perbuatan  meluncurkan; peresmian beredarnya (buku, film, kaset, dsb).
4.  Benda artinya segala yang ada di alam yang berwujud atau berjasad (bukan roh);  zat; barang yg berharga; harta; barang.
5.  Ruang artinya rongga yang berbatas atau terlingkung oleh bidang rongga yang  tidak berbatas, tempat segala yang ada.
6.   Angkasa artinya lapisan udara yang melingkupi bumi, awang-awang, langit.
F. Metode Penulisan  
Dalam rangka untuk mengumpulkan data-data dan bahan-bahan dalam  penynan skripsi ini, dan agar suatu penulisan mempunyai suatu manfaat, maka  penulis merasakan perlu adanya suatu metode tertentu yang dipakai dalam  pengumpulan data guna mencapai tujuan dari penulisan itu sendiri.
Di dalam penulisan skripsi ini penulis memakai metode pengumpulan data  yang bersumber dari perpustakaan, berbagai literatur dan berbagai media  informasi yang ada, yang mengangkat permasalahan khs mengenai judul  skripsi ini.
Dengan melakukan suatu metode penggabungan data-data yang telah  diperoleh melalui library research, yaitu dengan menggunakan buku-buku,  literatur-literatur, data-data dari berbagai media informasi yang dapat mendukung  selesainya penulisan skripsi ini.
Maka dengan demikian diharapkan dengan metode penggabungan  pengumpulan data ini dapat membantu penulis dalam memahami permasalahan  yang diangkat dan menjadi landasan pemikiran penulis dalam menganalisa  permasalahan tersebut. Kiranya diharapkan tujuan untuk mendapatkan kebenaran  akan jawaban yang sesungguhnya dari permasalahan yang telah penulis angkat  dalam skripsi ini dapat tercapai dengan baik.
G. Sistematika Penulisan  
Untuk menguraikan rangkaian materi dari skripsi ini penulis berusaha  membuat suatu model-model penulisan sehingga menjadi suatu sistematika dari  skripsi ini. Tujuan dari penentuan model-model tersebut adalah untuk  mempermudah penguraiannya dan sekaligus pula untuk pemahamannya.
Oleh karena itu penulis membagi skripsi ini ke dalam 5 bab dan dilengkapi  dengan sub-sub bab dari setiap babnya, yakni sebagai berikut:  BAB I    :  PENDAHULUAN  Pada bab ini penulis hendak menguraikan beberapa uraian  hal-hal yang bersifat umum, yaitu tentang latar belakang  penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat  penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode  penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II  :   PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL  MENGENAI KEGIATAN RUANG ANGKASA  Pada bab ini penulis mencoba menyampaikan dan  menguraikan tentang sejarah terbentuknya hukum ruang  angkasa, lingkup ruang ( delimitasi ) ruang angkasa,  komersialisasi ruang angkasa, kepentingan negara peluncur  dan kedudukan negara kolong.
BAB III   :  PRINSIP TANGGUNG JAWAB NEGARA MENURUT  HUKUM INTERNASIONAL Pada bab ini membahs tentang sifat dan jenis-jenis  tanggung jawab negara, teori-teori tentang tanggung jawab  negara, tangung jawab negara atas pelanggaran traktat atau  berkenaan dengan perjanjian kontraktual : tanggung jawab  negara dalam artikel tentang tanggung jawab negara ( draft  articles on responsibility of states for internationally  wrongful acts), pembelaan diri dan dasar-dasar pembenaran  atas tanggung jawab negara.
BAB IV  :  TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP  PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA  DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION  1972  Pada bab ini membahas tentang tinjauan umum terhadap  konvensi, prinsip-prinsip yang terkandung dalam space  liability convention 1972, penerapan prinsip-prinsip  penyelamatan bagi kegiatan di ruang angkasa dalam rescue  agreement 1968, tanggung jawab negara berdasarkan space  liability convention 1972.
BAB V  :   PENUTUP  Sebagai bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, maka pada  bab ini berisikan kesimpulan dan saran.
  
Download lengkap Versi Word