BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan di bidang pengetahuan dan teknologi
yang ditunjang dengan kemajuan di bidang
komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah menyebarkan dampak positif dan negatif
keseluruhan dunia. Dampak negatifnya dapat
dilihat dengan semakin berkembangnya the new dimentions of crime, yang merupakan kejahatan yang dilakukan dengan
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan pelaku professional.
Salah satu organisasi internasional yang
memberi perhatian besar adalah The
Financial Action Task Force On Money Laundering (FATF), berkedudukan di Paris yang didirikan oleh G-7 Summit di
Paris pada bulan Juli tahun 1989, bertujuan
untuk mengupayakan berbagai cara dan tindakan untuk memerangi praktik kejahatan pencucian uang (money
laundering). Lembaga ini telah menyn dan
mengeluarkan 40 (empat puluh) rekomendasi yang harus Kejahatan dalam suatu wilayah negara maupun lintas batas wilayah negara juga
semakin berkembang, diantaranya illegal logging,
perdagangan obat-obatan terlarang, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, terorisme,
penyuapan, korupsi, dan kejahatankejahatan kerah putih (white collor crime),
lainnya. Tidak kejahatan ini umumnya melibatkan
dan menghasilkan uang dalam jumlah yang besar.
Her Kustriyadi Wibawa, Verifikasi Dokumentasi
dan Tandatangan Pencegahan dan Penindakan
Kejahatan Perbankan dan Keuangan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), hal.1.
10 dilaksanakan
oleh anggotanya. Rekomendasi ini dikenal sebagai “Forty Recommendations”.
Indonesia merupakan “surga” untuk praktik
pencucian uang (money laundering).
Dengan demikian Indonesia mendapat kesan buruk di mata dunia internasional dan telah masuk ke dalam barisan
daftar hitam (black list) sebagai NCCT's
sejak tahun 2001 oleh FATF, maka Pemerintah Indonesia membuat ketentuan yang melarang kegiatan pencucian
uang (money laundering) dalam bentuk
apapun yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang TPPU), yang
merupakan singkatan dari UndangUndang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Tindak lanjut dari terbentuknya
FATF tersebut adalah dengan
merekomendasikan beberapa negara yang dikategorikan tidak kooperatif dalam memerangi kejahatan pencucian uang dan
dimasukkan dalam daftar NonCooperative Countries and Teritories (NCCT's).
Tindak pidana pencucian uang
(money laundering) tersebut dapat terjadi setelah dilakukakannya kejahatan awal atau
asal (predicate offence), misalnya korupsi,
penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, dan perjudian.
Setelah itu, proses pencucian
uang tersebut terjadi ketika uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan sendiri atau
bersama yang dapat dilakukan melalui
bidang perbankan, pasar modal, asuransi,
yayasan, ataupun untuk Sutan Remy Sjahdeini, Seluk-Beluk Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme,
(Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2004), hal 89.
11 melakukan
kejahatan kembali, misalnya di bidang narkotika ataupun kejahatan lainnya. Pencegahan praktik pencucian uang
tidak hanya dapat diatasi dengan adanya
Undang-Undang TPPU, melainkan juga harus
dibantu dengan adanya peraturan lain
yang bersangkutan dengan praktik pencucian uang tersebut, misalnya dalam yayasan, maka sangat diperlukan
Undang-Undang Yayasan untuk membantu
terselenggaranya pencegahan praktik pencucian uang tersebut.
Sebelum lahirnya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001,
yang kemudian diamandemen dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan, pendirian
yayasan di Indonesia dilakukan
berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, doktrin, dan yurisprudensi.
Badan hukum yayasan, di samping
untuk tujuan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan,
telah pula dipergunakan untuk tujuan-tujuan lain yang menyimpang dari tujuan semula penciptaan badan hukum ini.
Penambahan “keagamaan” dalam tujuan
yayasan, merupakan suatu penekanan karena sebenarnya dalam tujuan sosial dan kemanusiaan, sudah termasuk tujuan
keagamaan. Yayasan telah dipergunakan
untuk tujuan-tujuan yang bukan tujuan sosial dan kemanusiaan, seperti untuk memperkaya diri sendiri atau
pengurus yayasan, menghindari pajak yang
seharusnya dibayar untuk menguasai suatu lembaga pendidikan untuk selama-lamanya, untuk menembus birokrasi,
untuk memperoleh berbagai fasilitas dari
negara atau penguas, dan berbagai tujuan lain.
Chatamarrasjid Ais (selanjutnya disebut dengan I), Badan Hukum Yayasan
(Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai
Suatu Badan Hukum Sosial), cet. 1, (Bandung: Penerbit PT.
Citra Aditya Bakti, 2002), hal.
104.
12 Pengaturan
yayasan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan jo. Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Yayasan),
merupakan perwujudan politik hukum nasional
dalam pembentukan hukum baru. Dengan pengaturan tersebut, yayasan ditegaskan sebagai badan hukum, sehingga
mempunyai landasan hukum yang kuat dalam
melaksanakan kegiatan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Oleh karena kenyataan dalam masyarakat
menunjukkan yayasan tumbuh dan berkembang begitu pesat dengan berbagai
kegiatan, maksud, dan tujuannya yang juga
dapat berperan dalam mendukung kegiatan perekonomian.
Lahirnya undang-undang baru
tentang yayasan ini, diharapkan dapat mengatasi
berbagai masalah mengenai yayasan, serta diharapkan akan menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur kehidupan
yayasan di Indonesia, dan menjamin
kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip
akuntabilitas dan transparansi guna mencegah
terjadinya praktik tindak pidana pencucian uang (money laundering).
Salah satu prasyarat dan kondisi
yang harus dipenuhi untuk meningkatkan efektivitas penerapan
prinsip akuntabilitas dan
transparansi adalah adanya kesamaan
persepsi dan pemahaman oleh yayasan, perbankan, dan aparat penegak hukum mengenai perlunya penerapan prinsip
tersebut. Salah satu upaya yang satu ini
tengah dilakukan adalah komunikasi dan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan bukan hanya dengan yayasan
tetapi juga dengan masyarakat 13 luas. Khs bagi dunia yayasan, persamaan
persepsi dimaksud perlu dicapai mulai dari
tingkat kebijakan sampai dengan pelaksanaanya.
Dalam yayasan terdapat prinsip
akuntabilitas dan transparansi yang wajib dijadikan acuan utama oleh tiap-tiap yayasan
dalam menyn kebijakan dan prosedur
penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Dengan menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi ini
diharapkan tindak pidana pencucian uang
(money laundering) dapat dicegah terutama pada sektor keuangan.
B. Perumusan Masalah
Setiap karya ilmiah selalu
mengandung permasalahan yang merupakan pokok-pokok
pembahasan dalam bab-bab selanjutnya. Demikian juga dengan penulisan skripsi pada kesempatan kali ini
yang mencoba mengemukakan beberapa hal
yang menjadi permasalahan untul dibahas, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah praktik tindak pidana pencucian
uang di Indonesia? 2. Bagaimanakah
keberadaan yayasan dalam sistem hukum Indonesia? 3. Bagaimanakah penerapan prinsip akuntabilitas
dan transparansi yayasan dalam rangka mencegah praktik pencucian uang
(money laundering)?
C. Tujuan Dan Manfaat
Penulisan 1. Tujuan penulisan Tujuan dalam pembahasan
“Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Yayasan
Dalam Rangka Mencegah Praktik Pencucian Uang (Money Laundering)”ini, antara lain adalah: 14 a.
Untuk mengetahui praktik tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
b. Untuk mengetahui keberadaan
yayasan dalam sistem hukum Indonesia.
c. Untuk mengetahui penerapan
prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan
dalam rangka mencegah praktik pencucian uang (money laundering).
2. Manfaat penulisan Selain dari tujuan
penelitian, melalui penulisan ini juga diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut,
yaitu: a. Manfaat praktis 1) Penulisan
skripsi ini bertujuan untuk menelaah masalah penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi
terhadap suatu yayasan di Indonesia saat
ini, khsnya pasca pembentukan peraturan perundang-undangan
yang baru mengenai badan hukum yayasan yaitu Undang-Undang Yayasan dan juga untuk menelaah
masalah tindak pidana pencucian uang
(money laundering) di Indonesia, khsnya pasca
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang yaitu
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, serta melalui penulisan ini diharapkan pada masyarakat agar
dapat mengetahui serta memahami
perkembangan sebuah yayasan dalam menjalankan kegiatan usahanya guna mewujudkan fungsi dan
tujuan dari yayasan itu sendiri yang
antara lain adalah fungsi sosial, kemanusiaan, dan keagamaan.
15 2) Selain
daripada itu, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat
yang berupa pengetahuan melalui tulisan
bagi perkembangan dan kemajuan yayasan
sebagai salah satu dari badan hukum di Indonesia.
b. Manfaat teoritis 1) Tulisan ini bermanfaat sebagai referensi dan
perbandingan untuk memperkaya ilmu
pengetahuan dalam lingkup hukum ekonomi, khsnya dalam kegiatan usaha yayasan di
Indonesia.
2) Tulisan ini bermanfaat untuk melengkapi tugas
sebagai persyaratan menyelesaikan studi
dan meraih gelar kesarjanaan dalam
program Strata Satu (S-1).
D. Keaslian Penulisan
Karya ilmiah yang berjudul
“Prinsip Akuntabilitas Dan Transparansi Yayasan
Dalam Rangka Mencegah Praktik Pencucian Uang (Money Laundering)”, ini benar-benar merupakan luapan
dari hasil pemikiran secara pribadi,
bersifat asli, serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yakni jujur, rasional, objektif, dan terbuka. Tulisan ini dikarenakan
adanya menaruh minat yang besar terhadap
masalah kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu yayasan dalam mewujudkan
tujuan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan, khsnya dalam hal penerapan prinsip akuntabilitas dan
transparansi dalam kegiatan usaha yayasan tersebut. Selanjutnya lahirlah ide dan gagasan
untuk melakukan penelitian yang berkaitan
dengan hal tersebut dan mengangkat tulisan seperti apa yang tertuang 16 dalam
skripsi ini. Kalaupun ditemukan pendapat atau kutipan dalam penulisan inihanya sebagai faktor pendukung dan
pelengkap saja yang memang sangat dibutuhkan
demi tercapainya kesempurnaan karya ilmiah ini.
E. Tinjauan Kepustakaan
“Prinsip Akuntabilitas Dan
Transparansi Yayasan Dalam Rangka Mencegah
Praktik Pencucian Uang (Money Laundering)”, adalah merupakan judul tulisana yang dipilih dalam melengkapi
syarat-syarat untuk menyelesaikan studi
Strata Satu (S-1) di Fakultas Hukum () .
Tindak pidana pencucian uang
(money laundering) mengandung beberapa unsur,
diantaranya: pelaku; perbuatan (transaksi keuangan atau financial) dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan
asal l harta kekayaan dari bentuknya
yang tidak sah (ilegal) seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (legal); serta merupakan hasil tindak pidana.
Secara garis besar unsur
pencucian uang terdiri dari: unsur objektif (actus reus) dan unsur subjektif (mens rea). Unsur
objektif dapat dilihat dengan adanya kegiatan
menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan,
membawa keluar negari, menukarkan atau
perbuatan lain atas harta kekayaan (yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan). Sedangkan
unsur subjektif dilihat dari perbuatan seseorang
yang dengan sengaja, mengetahui atau patut menduga bahwa harta 17 kekayaan
berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut.
Ketentuan yang ada dalam
Undang-Undang TPPU terkait perumusan tindak
pidana pencucian uang menggunakan kata “setiap orang” yang dalam Undang-Undang TPPU, ditegaskan bahwa setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
Sementara dalam Undang-Undang TPPU, dikatakan bahwa korporasi adalah kumpulan orang dan/atau
kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Sementara itu, yang dimaksud dengan transaksi menurut ketentuan
dalam undang-undang ini adalah seluruh
kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih. Adapun transaksi keuangan
diartikan sebagai transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindah
bukuan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, dan atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Transaksi keuangan
yang menjadi unsur tindak pidana pencucian
uang adalah transaksi keuangan yang mencurikan atau patut dicurigai baik transaksi dalam bentuk tunai maupun
melalui proses pentransferan/memindahbukukan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1
angka (9).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, Pasal 1 angka (10).
Supriadi, “Tindak Pidana Pencucian Uang”, http://www.negarahukum.com/hukum/1562.html.
18 Dalam
Undang-Undang TPPU, teridentifikasi beberapa tindakan yang dapat dikualifikasi ke dalam bentuk tindak
pidana pencucian uang, yakni tindakan atau
perbuatan yang dengan sengaja: 1. Menempatkan harta kekayaan ke dalam penyedia
jasa keuangan baik atas nama sendiri
atau atas nama orang lain, padahal diketahui atau patut diduga bahwa harta tersebut diperoleh melalui tindak
pidana.
2. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduga merupakan hasil dari
tindak pidana pencucian uang, dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain, baik atas
nama sendiri maupun atas nama orang lain.
3. Membelanjakan atau menggunakan harta kekayaan
yang diketahui atau patut diduga
merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana. Baik atas nama dirinya sendiri atau atas nama pihak lain.
4. Menghibahkan atau menyumbangkan harta
kekayaan yang diketahui atau patut
diduga merupakan harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri ataupun atas nama pihak
lain.
5. Menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau
patut diduga merupakan harta yang
diperoleh berdasarkan tindak pidana, baik atas namanaya sendiri atau atas nama pihak lain.
6. Membawa ke luar negeri harta yang diketahui
atau patut diduga merupakan harta yang
diproleh dari tindak pidana.
Lihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, Pasal 3.
19 7. Menukarkan atau perbuatan lainnya terhadap
harta kekayaan yang diketahui atau patut
diduga merupakan harta hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan tujuan untuk
menyembunyikan/menyamarkan asal l harta
kekayaan tersebut.
Tindak pidana pencucian uang
(money laundering) tersebut dapat terjadi setelah dilakukakannya kejahatan awal atau
asal (predicate offence), misalnya korupsi,
penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, dan perjudian.
Setelah itu, proses pencucian
uang tersebut terjadi ketika uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan sendiri atau
bersama yang dapat dilakukan melalui
bidang perbankan, pasar modal, asuransi, yayasan, ataupun untuk melakukan kejahatan kembali, misalnya di
bidang narkotika ataupun kejahatan lainnya.
Yayasan sebagai suatu bentuk
organisasi yang bergerak di sektor publik diwajibkan untuk menerapkan pendekatan
akuntabilitas dan transparansi yang digunakan
dalam perusahaan. Hal ini dikarenakan dibentuknya suatu undangundang yang
mengatur tentang yayasan adalah untuk menciptakan akuntabilitas dan transparansi yang lebih baik dalam tubuh
sebuah yayasan serta agar tidak terjadinya
tindak pidana pencucian uang dalam yayasan tersebut.
Di masa lalu praktik
akuntabilitas dan transparansi dalam kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu yayasan dinilai
masih sangat lemah. Fakta menunjukkan
bahwa kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan adalah 20 dengan
maksud untuk berlindung di balik status badan hukum yayasan demi memperkaya diri dengan mengenyampingkan tujuan
utama yakni sebagai wadah untuk
mengembangkan kegiatan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan.
Kecenderungan tersebut
menimbulkan berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan yayasan yang tidak
sesuai dengan maksud dan tujuan yang
tercantum di dalam anggaran dasar maupun sengketa antara pengurus dengan pendiri atau pihak lain.
Dengan diberlakukannya
Undang-Undang Yayasan, berarti penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi yayasan
dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya
tersebut dan dengan diberlakukannya Undang-Undang TPPU, dimaksudkan
agar tidak terjadinya praktik tindak pidana pencucian (money laundering) dalam segala bidang khsnya dalam
yayasan tersebut.
F. Metode Penelitian
1. Tipe penelitian Tipe penelitian dalam penulisan skripsi ini, yaitu
merupakan tipe penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode penelitian kepusatakaan (library research). Dengan Library Research ini dimaksudkan untuk memperoleh
data-data yang bersifat teoritis
ilmiah yang dipergunakan sebagai dasar
dalam penelitian dan analisa terhadap masalah-masalah yang timbul.
2. Pendekatan penelitian Pendekatan penelitian
dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu
dengan melakukan analisis terhadap
permasalahan melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan.
Penelitian dilakukan dengan menekankan pada data kepustakaan dan data dikumpulkan dengan studi
dokumen kepustakaan.
3. Bahan penelitian Bahan yang digunakan dalam
skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder
yang dimaksud adalah sebagai berikut: a.
Datahukum primer, antara lain: 1) Norma
atau kaedah dasar.
2) Peraturan dasar.
3) Peraturan perundang-undangan yang terkait.
b. Data hukum sekunder berupa buku yang
berkaitan dengan judul skripsi, artikel,
hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya.
c. Data hukum tersier yang mencakup data yang
memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan
terhadap data hukum primer dan data hukum sekunder, seperti: kamus umum, kamus hukum, majalah,
jurnal ilmiah serta datadata diluar bidang hukum yang relevan dan dapat
dipergunakan untuk melengkapi data yang
diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
Amirrudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000),
hal. 118-119.
22 4. Alat penelitian Dalam penulisan skripsi ini,
karena metode yang digunakan dalam mengumpulkan
data adalah metode penelitian kepusatakaan (library research), maka alat yang dipergunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan menggunakan data dari berbagai sumber
bacaan seperti perundangundangan, buku-buku, majalah dan internet yang dinilai
relevan dengan permasalahan yang akan
dibahas dalam skripsi ini.
5. Analisis penelitian Analisis data yakni
dengan analisis secara kualitatif. Data sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif
untuk menjawab permasalahan dalam
skripsi ini. Analisis data dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Mengumpulkan
data-data hukum yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti.
b. Memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai
dengan penelitian.
c. Menjelaskan hubungan-hubungan
antara berbagai konsep pasal yang ada d.
Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif kualitatif.
G. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibuat
secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna
dan memperoleh manfaatnya. Secara garis
besar skripsi ini terbagi atas 5 (lima) bab dan masingmasing bab terdiri dari
beberapa sub-sub guna mempermudah dan memperjelas 23 uraiannya.
Keseluruhan sistematika ini berupa satu kesatuan yang berhubungan antara satu dengan yang lain dan dapat dilihat
sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Merupakan bab awal yang
menguraikan tentang hal-hal yang bersifat
umum, dimulai dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penelitian, dan sistematika
penulisan. Di dalam bab ini diuraikan hal-hal
yang melatarbelakangi ketertarikan untuk mengambil judul yang dibahas dan selanjutnya dijadikan
permasalahan.
BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA Dalam
bab ini menjelaskan tentang pengertian tentang tindak pidana pencucian uang, mekanisme tindak pidana
pencucian uang, pengaturan tindak pidana
pencucian uang menurut UndangUndang Nomor
8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, dan praktik tindak pidana
pencucian uang di Indonesia.
BAB III KEBERADAAN YAYASAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA
Pada bab ini dibahas mengenai pengertian tentang yayasan, keberadaan yayasan dalam sistem hukum
Indonesia, dan pengaturan yayasan
menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.
24 BAB
IV PENERAPAN PRINSIP
AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI
YAYASAN DALAM RANGKA MENCEGAH PRAKTIK
PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) Di
dalam bab ini berisi tentang pengertian prinsip akuntabilitas, pengertian prinsip transparansi, dan penerapan
prinsip akuntabilitas dan transparansi
yayasan dikaitkan dengan pencegahan praktik pencucian uang.
BAB V PENUTUP Bab ini merupakan akhir dari tulisan
yang memuat tentang kesimpulan dan
satan-saran yang dikemukakan sesuai dengan apa yang dibahas dan analisa pada bab-bab
sebelumnya.
Download lengkap Versi Word