SKRIPSI HUKUM: BEBERAPA PRINSIP PROTOKOL KYOTO DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Perubahan iklim sudah hampir menjadi kosakata umum dalam percakapan  sehari-hari. Namun demikian, fenomena ini masih belum dipahami secara tepat  oleh masyarakat karena prosesnya memang cukup rumit. Sehingga tidak jarang  terjadi kesalahpahaman atau kesulitan dalam membedakan antara perubahan iklim  dengan variasi iklim yang kadang-kadang terjadi dengan gejala yang agak ekstrim  dan membawa dampak seketika yang cukup signifikan.

Perubahan iklim adalah fenomena global yang dipicu oleh kegiatan  manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (BBF)  dan kegiatan alih-guna lahan. Kegiatan tersebut dapat menghasilkan gas-gas yang  makin lama makin banyak jumlahnya di atmosfir. Diantara gas-gas tersebut  adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O). Gas- gas  tersebut memiliki sifat seperti kaca yang meneruskan radiasi gelombang pendek  atau cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang  panjang atau radiasi-balik yang dipancarkan bumi yang bersifat panas sehingga  suhu atmosfir bumi makin meningkat. Berada di bumi yang diliputi gas-gas  tersebut bagaikan di dalam rumah kaca yang selalu lebih panas dibanding suhu  udara di luarnya. Oleh karena itu, gas-gas tersebut dinamakan gas rumah kaca  (GRK) dan pengaruh yang ditimbulkannya dikenal dengan nama efek rumah kaca  yang selanjutnya menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim.
 Tidak semua negara industri penyebab masalah ini siap mengatasinya  karena upaya mitigasi yang menangani penyebabnya memerlukan biaya yang  tinggi. Pada saat yang bersamaan hampir semua negara yang tidak menimbulkan  masalah perubahan iklim, yaitu negara berkembang, sangat merasakan  dampaknya, namun tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan  adaptasi terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Pemanasan global tidak terjadi secara seketika, tetapi berangsur-angsur.
Namun demikian, dampaknya sudah mulai kita rasakan di sini dan sekarang.
Ketika revolusi industri baru dimulai sekitar tahun 1850, konsentrasi salah satu  GRK penting yaitu CO2 di atmosfir baru 290 ppmv (part per million by volume),  saat ini (150 tahun kemudian) telah mencapai sekitar 350 ppmv. Jika pola  konsumsi, gaya hidup, dan pertumbuhan penduduk tidak berubah, 100 tahun yang  akan datang konsentrasi CO2 diperkirakan akan meningkat menjadi 580 ppmv  atau dua kali lipat dari zaman pra-industri. Akibatnya, dalam kurun waktu 100  tahun yang akan datang suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 4,5 ÂșC dengan  dampak terhadap berbagai sektor kehidupan manusia yang luar biasa besarnya.
Menurutnya produksi pangan, terganggunya fluktuasi dan distribusi ketersediaan  air, penyebaran hama dan penyakit tanaman, dan manusia adalah diantara dampak  sosial ekonomi yang dapat ditimbulkan.
  Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya Bagi Negara Berkembang, (Jakarta:  Penerbit Buku Kompas, 2003), hal. 1-2.
 Ibid, hal. 2.
Dalam rangka untuk menghadapi perubahan iklim masyarakat  Internasional yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah  melakukan beberapa Konferensi mengenai perubahan iklim antara lain Kerangka  Kerja Konvensi Perubahan Iklim di New York pada tahun 1992 yang mendasari  terciptanya Protokol Kyoto, pada tahun 1997 dan Bali Roadman pada tahun 2007.
Perhatian masyarakat dunia tersebut terhadap lingkungan  hidup  memberikan gambaran kepada kita bahwa persoalan lingkungan hidup bukan  persoalan yang mudah. Karena masyarakat dunia sudah mulai cemas terhadap  keberadaan lingkungan hidup sehingga mereka mengadakan beberapa pertemuan  untuk membahas dan melindungi lingkungan hidup dari dampak yang dilakukan  oleh manusia akan perubahan iklim. Daniel Murdiyarso mendefenisikan  “Perubahan Iklim” sebagai perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka yang  panjang (50 tahun s.d 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang  menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK).
 Menurut Mattias Finger, krisis lingkungan hidup yang mendunia seperti  sekarang ini setidaknya disebabkan oleh pelbagai hal, yaitu kebijakan yang salah  dan gagal; teknologi yang tidak efisien bahkan cenderung merusak; rendahnya  komitmen politik, gagasan, dan ideologi yang akhirnya merugikan lingkungan;  tindakan dan tingkah laku menyimpang dari aktor-aktor negara yang ‘tersesat’, mulai dari korporasi transnasional hingga CEOs; merebaknya pola kebudayaan  Perjanjian Protokol Kyoto muncul karena timbul kekhawatiran para pakar  kehutanan dan klimatologi terhadap terjadinya pemanasan global akhir-akhir ini.
 Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negoisasi Konvensi Perubahan Iklim,  (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003), hal. 11.
seperti  konsumerisme dan individualisme;  serta individu-individu yang tidak  terbimbing dengan baik. Beranjak dari hal tersebut, maka pada umumnya menurut  Finger jalan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan lingkungan akan  dilakukan melalui pembuatan kebijakan yang lebih baik; teknologi baru dan  berbeda; penguatan komitmen politik dan publik; menciptakan gagasan dan ideologi baru yang pro-lingkungan (green thinking); penanganan terhadap aktoraktor ‘sesat’; serta merubah pola kebudayaan, tingkah laku, dan kesadaran tiaptiap individu.
  Pan Mohamad Faiz, Perubahan Iklim dan Perlindungan Terhadap Lingkungan: Suatu  Kajian Berperspektif Hukum Konstitusi, Disampaikan sebagai paper position pada Forum Diskusi  Kelompok Kerja Pakar Hukum mengenai “Perubahan Iklim” yang diselenggarakan oleh  Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, 2009, hal. 2.
Pemerintahan Indonesia dalam rangka turut serta dan mencegah perubahan  iklim telah menetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang  Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dinyatakan di  dalam konsiderans bahwa pemanasan global yang semakin meningkat  mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas  lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan  lingkungan hidup.
Berdasarkan hal tersebut diatas penulis ingin membahas persoalanpersoalan yang berhubungan dengan Protokol Kyoto yang berkaitannya dengan  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup.
B.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam  penulisan ini adalah sebagai berikut : 1.  Bagaimanakah ketentuan Protokol Kyoto yang kaitannya dengan  Pengelolaan Lingkungan Hidup? 2.  Sejauh mana hubungan prinsip Protokol Kyoto dengan Undang-Undang  Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup? 3.  Bagaimanakah penerapan Protokol Kyoto dalam sistem hukum lingkungan  Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan Sesuai dengan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan yang akan  dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: a.  Untuk mengetahui ketentuan Protokol Kyoto yang kaitannya dengan  Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b.  Untuk mengetahui hubungan prinsip Protokol Kyoto dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup.
c.  Untuk mengetahui penerapan Protokol Kyoto dalam sistem hukum  lingkungan Indonesia.
2. Manfaat Penulisan Dari hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara  lain: a. Manfaat Teoritis, hasil penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam  penegakan dan penjabaran substansi pengelolaan lingkungan hidup.
b.  Manfaat Praktis, hasil penulisan ini memberikan kontribusi terhadap  pemerintah dalam upaya menerapkan substansi yang berhubungan dengan  peraturan perundang-undangan dalam perlindungan dan pengelolaan  lingkungan hidup.
D. Keaslian Penulisan  
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari perpustakaan Fakultas  Hukum , judul skripsi ini belum pernah dikemukakan  dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti. Oleh karena itu,  penulisan skripsi dapat dikatakan masih orisinil sehingga keabsahannya dapat  dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Prinsip Berpangkal pada titik tolak, bahwa ekuivalen untuk kata “asas” dalam  bahasa Inggris adalah “principle”, maka kami membuka buku Dictionary of  Philosophy, buah tangan Peter A. Angeles, Barnes and Noble Books, A Division  of Harper and Ron Publishers, N. York etc. 1982, untuk mencari kata “  principle”.
 Istilah-istilah prinsip sebagai berikut:  a)  Kata “principle erat hubungannya dengan istilah “ principium” (kata latin).
Principium  = 1 permulaan; awal;mula sumber; asal; pangkal; pokok;  dasar; sebab.
b)  Kata “principle” dalam bahasa Inggris berarti 1. sumber atau asal sesuatu.
2. penyebab yang jauh dari sesuatu. 3. kewenangan atau kecakapan asli.
Dalam tiga arti ini, kata “principle” difahamkan sebagai sumber yang  abadi dan tetap dari banyak hal. 4. aturan atau dasar bagi tindakan  seseorang. 5. suatu pernyataan (hukum, aturan, kebenaran) yang  dipergunakan sebagai dasar-dasar untuk menjelaskan sesuatu peristiwa.
"Principle” atau asas adalah sesuatu, yang dapat kita jadikan sebagai alas,  sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk  mengembalikan sesuatu hal, yang hendak kita jelaskan.
2. Pengertian Protokol Kyoto Protokol Kyoto adalah sebuah instrument hukum (legal instrument) yang  dirancang untuk mengimplementasikan Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan  untuk menstabilkan konsentrasi GRK agar tidak mengganggu sistem iklim Bumi.
Setelah diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997, Protokol Kyoto dibuka untuk  ditandatangani pada tanggal 16 Maret 1998. Sesuai dengan ketentuan Pasal 25,   Mahadi, Falsafah Hukum, (Bandung: Alumni, 1991), hal. 118.
 Ibid, hal. 119.
Protokol Kyoto secara efektif akan berlaku 90 hari setelah diratifikasi oleh paling  sedikit 55 Pihak Konvensi, termasuk negara-negara maju dengan total emisi  karbon dioksida paling sedikit  55 persen dari total emisi tahun 1990 dari  kelompok-kelompok negara industri.
 Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto, seorang ahli ilmu lingkungan (ekologi)  terkemuka mendefinisikannya sebagai berikut: Lingkungan adalah jumlah semua  benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi  kehidupan kita. Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, SH, ahli hukum lingkungan  terkemuka dan Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Padjadjaran  3. Pengertian Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat  dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada dan  dapat mempengaruhi hidupnya.
Istilah  lingkungan hidup,  dalam bahasa Inggris disebut dengan  environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan milieu atau dalam bahasa  Perancis disebut dengan I’environment.
Dalam kamus lingkungan hidup yang disn Michael Allaby, lingkungan  hidup itu diartikan sebagai:  the physical,  chemical and biotic condition  surrounding and organism.
S.J. McNaughton dan Larry L. Wolf  mengartikannya dengan semua faktor  eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi  kehidupan, pertumbuhan perkembangan dan reproduksi organisme.
 Daniel Murdiyarso, op.cit., hal. 8.
mengartikan lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di  dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat  manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad  hidup lainnya.
 Berdasarkan Bab I Pasal 1 butir 1 dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun  2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memberikan  defnisi tentang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,  daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang  mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan  manusia serta makhluk hidup lain.
 Dari definisi-definisi diatas, maka pengertian lingkungan hidup itu dapat  dirangkum dalam suatu rangkaian unsur-unsur sebagai berikut :  5. Ruang, yaitu wadah berbagai komponen berada; 1. Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organisme, tanah air,  udara, rumah, sampah, mobil, angin, dan lain-lain. Keseluruhan  yang disebutkan ini digolongkan sebagai materi. Sedangkan satuansatuannya disebutkan sebagai komponen; 2. Daya, disebut juga dengan energi; 3. Keadaan, disebut juga kondisi atau situasi; 4. Perilaku atau tabiat;  N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan Dan Ekologi Pembagunan, (Jakarta: Erlangga,  2004), hal. 4.
 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup.
 N.H.T. Siahaan, op.cit., hal. 5.
6. Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi, atau biasa pula  disebut dengan jaringan kehidupan.
4. Pengertian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan  Lingkungan Hidup Bab I Pasal 1 butir 2 mendefinisikan pengelolaan lingkungan  hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang  meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
 Di  dalam batasan pengertian tersebut terdapat dua peristiwa yang  menyebabkan terjadinya berubahnya fungsi kelestarian hidup yaitu pencemaran  lingkungan hidup dan perusakan lingkungan hidup.  Didalam Undang-Undang  Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH pada Pasal 1 butir 14 menejelaskan  pengertian pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya  makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup  oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang  Selanjutnya dalam Bab I Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun  2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mendefinisikan  perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan  terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan  mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang  meliputi pencemaran, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan  penegakan hukum.
 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
telah ditetapkan. Kemudian juga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang  PPLH telah menetapkan batasan perusakan lingkungan hidup didalam Pasal 1  butir 16, bahwa perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang  menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,  dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan  lingkungan hidup.
 Perusakan dan pencemaran lingkungan hidup apabila tidak dicegah akan  menimbulkan persoalan-persoalan terhadap lingkungan hidup yang juga  menimbulkan kehancuran bagi manusia dan mahkluk hidup lainnya. Kenyataan  ini juga telah membawa pengaruh terhadap efek rumah kaca yang selanjutnya  menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim. Oleh karena itu UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang PPLH telah mengatur mengenai  perubahan iklim sebagaimana ditegaskan di dalam konsiderans dari undangundang itu dan juga dijabarkan dalam Pasal 1 butir 19 bahwa perubahan iklim  adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh  aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara  global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang  teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
  Loc.cit.
 Ibid.
F. Metode Penulisan Dalam hal ini, apa yang penulis kemukakan dalam tulisan ini merupakan  pangambilan bahan tidak terlepas dari media elektronik mengingat tulisan ini  kerap diaktualisasikan melalui media elektronik.
Adapun penelitian yang digunakan oleh penulis dapat diuraikan sebagai  berikut: 1). Jenis Penelitian  Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan  dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian, penelitian  yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang  menganalisa hukum yang tertulis.
  Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan  Singkat, (Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hal. 33.
2). Data dan Sumber Data Dalam menyn skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah  bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan  perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat, antara lain UndangUndang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan  Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan  terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa bukubuku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini.
Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan hukum  yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum  primer dan/atau bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain.
3). Teknik Pengumpulan Data Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan  dapat dipertanggungjawabkan, penulis menggunakan metode penelitian hukum  normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Reseach).
Penulis menggunakan suatu penelitian kepustakaan (library reseach).
Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan denga cara penelitian kepustakaan atau  disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara  meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama  dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.
Metode library reseach adalah mempelajari sumber-sumber atau bahanbahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa  rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana  hukum lingkungan, hukum Internasional dan hukum yang sudah mempunyai  nama besar di bidangnya.
4). Analisis Data Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini termasuk ke  dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya  merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan  dibahas. Analisa data dilakukan dengan:  1.  Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan  permasalahan yang diteliti.
2.  Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan  penelitian.
3.  Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin.
4.  Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau  doktrin yang ada.
G. Sistematika Penulisan  Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus  diuraikan secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka  diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab  perbab yang saling berangkaian satu sama lain..
Adapun yang merupakan sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:  BAB I : Berisikan Pendahuluan yang menggambarkan hal-hal  yang  bersifat umum dalam Latar Belakang, Perumusan Masalah,  Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan  Kepustakaan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
 Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 45.
BAB II  :  Di  dalam bab  ini  dikemukakan   tentang Latar Belakang  Lahirnya Protokol Kyoto, Ruang Lingkup Protokol Kyoto,  dan Aspek Yuridis Perubahan Iklim.
BAB III  :  Di dalam bab ini menguraikan tentang Undang-Undang Nomor  32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup, Asas Perlindungan dan Pengelolaan  Lingkungan Hidup, dan Tujuan dan Sasaran Perlindungan dan  Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BAB IV  : Di dalam bab ini membahas mengenai  Hubungan Prinsip  Protokol Kyoto dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun  2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan  Hidup.
BAB V  : Bab ini berisikan kesimpulan dan saran seluruh rangkaian babbab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang  dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, kemudian dilengkapi  saran yang mungkin bermanfaat di masa mendatang.
  
Download lengkap Versi Word