SKRIPSI HUKUM: PENDAFTARAN MEREK SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN CURANG


BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah 
Pada  awalnya, merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen dapat  membedakan produk barang/jasa satu dengan yang lainnya. Dengan merek  konsumen lebih mudah mengingat sesuatu yang dibutuhkan, dan dengan cepat  dapat menentukan apa yang akan dibelinya. Dalam perkembangan, peran merek  berubah. Merek bukan merupakan sebuah tanda, melainkan gaya hidup.
Secara filosofis merek dapat membangun image baik dan buruk sebagai  bagian dari nilai good-will perusahaan. Pentingnya merek bagi perusahaan dapat  kita sitir melalui kata-kata David A. Aaker, “Nothing is more emotional than a  brand within an organization”.
 Dengan kata-kata profesor marketing pada Haas  School of Business University of California Berkeley  ini seakan-akan  menunjukkan betapa erat hubungan antara merek dan dunia usaha.

 Merek selain digunakan sebagai nama atau simbol pada obyek barang/jasa  juga digunakan sebagai sarana promosi. Tanpa merek pengusaha tidak dapat  mempromosikan barang/jasanya kepada masyarakat luas dan maksimal. Dan,  masyarakat tidak dapat membedakan mutu barang/jasa satu dengan lainnya.
Selain itu, merek juga dapat mencegah orang berbuat curang dan bersaing secara  tidak sehat.  Meskipun persaingan dalam dunia usaha adalah hal biasa, namun   Rizawanto Winata dan Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 1993), hal 14.
 Ibid.
 merek dapat mencegah terjadinya hal-hal yang dapat merugikan pihak lain.
Melalui merek asal l barang pun bisa dideteksi. Artinya, dapat diketahui suatu  barang berasal dari daerah mana.
Sistem yang dianut dalam Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang  Merek yaitu Sistem Konstitutif, yaitu bahwa hak atas Merek timbul karena  pendaftaran. Hal ini tercantum dalam Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang  Merek yang berbunyi sebagai berikut : "Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada  pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu  tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin  kepada pihak lain untuk menggunakannya."  Namun kadang dalam pelaksanaannya antara praktek dan isi peraturan  terjadi perbedaan. Dalam hal ini timbulnya perbedaan karena adanya berbagai  faktor, misalnya,  adanya keterlambatan mendapatkan sertifikat merek, yang  seharusnya berdasarkan undang-undang yang mengatur sudah menerimanya. Hal  ini biasa terjadi disebabkan begitu banyak permintaan pendaftaran merek ataupun  alasan lainnya. Apabila ini banyak terjadi maka perlu adanya peningkatan dalam  pelaksanaan peraturan hukum sehingga ada suatu kepastian hukum bagi pihak  yang berkepentingan. Didalam proses pendaftaran merek ini sering terjadi banyak  hambatan dalam prakteknya walaupun dalam isi peraturan yang ada sudah jelas   Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek Pasal 1.
 mengaturnya. Namun sebaliknya juga terdapat keuntungan-keuntungan bagi pihak  yang telah mendaftarkan mereknya.
 Didalam praktek sering terjadi peniruan terhadap merek-merek yang sudah  terkenal di masyarakat umum. Hal ini sangat merugikan berbagai pihak, baik itu  produsen maupun konsumen. Bagi produsen pemalsuan mereknya oleh pihak lain  akan mengurangi omset produksinya dan efek lain adalah pengurangan buruh dan  karyawannya. Bagi konsumen kerugian pada umumnya mendapatkan barang  dengan kulaitas yang lebih rendah dari aslinya. Untuk itu pihak pengusaha pada  umumnya mempunyai strategi atau cara tertentu untuk mengantisipasi adanya  kecurangan-kecurangan terhadap mereknya dan akan melakukan suatu tindakan  tertentu apabila terbukti adanya pemalsuan terhadap mereknya.
 Sistem pendaftaran semacam ini dikenal sebagai sistem yang pasif, dimana  siapa saja dapat melakukan pendaftaran merek, tetapi tidak secara otomatis  Salah satu perkara yang menjadi Landmark Decisions bagi yurisprudensi  Indonesia adalah adalah kasus merek Gucci dalam putusan Mahkamah Agung RI  No. 3485 K/Pdt/1992 antara Guccio Gucci melawan AT. Soetedjo Hadinyoto.
Pada saat itu menurut Undang-Undang Merek No. 21 Tahun 1961, siapa yang  mendaftarkan pertama kali suatu merek, dialah pemilik merek tersebut. Hanya  saja pada kasus tersebut proses pendaftaran merek, oleh pihak Direktorat merek  tidak terlebih dahulu meneliti pendaftar merek merupakan pemilik sah atas merek  bersangkutan.
 Sudargo Gautama, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia, (Bandung : Citra Aditya  Bakti, 1997), hal 23.
 Insan Budi Maulana, Perlindungan Hukum Terkenal di Indonesia dari masa ke masa,  (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999), hal   menciptakan sesuatu hak atas merek tersebut. Fungsi pendaftaran merek adalah  untuk memudahkan pembuktian tentang siapa yang merupakan pemakai pertama  dari suatu merek. Sebagai pihak yang pertama kali mendaftarkan merek, ternyata  belum terjamin kelangsungan hak-hak seseorang atas merek yang bersangkutan.
Pendaftaran itu dapat saja menunjukkan bahwa ialah yang terbukti terlebih dahulu  menggunakan merek itu. Sistem pendaftaran semacam ini dikenal dengan sistem  pasif-deklaratif-negatif.
 Membicarakan soal merek tidak dapat dihindari adanya hak atas merek  yang menjadi obyek dari kekayaan intelektual. Dengan adanya sistem pendaftaran  merek, sertifikat merek menjadi penting. Hak atas merek akan diberikan kepada  pemilik merek yang mereknya telah didaftar menurut undang-undang yang  berlaku dan memperoleh sertifikat.
Pendaftaran merek merupakan suatu cara pengamanan oleh pemilik merek  yang sesungguhnya, sekaligus perlindungan yang diberikan oleh negara,  di  dalamya memuat substansi yang essensial berkenaan dengan proses pendaftaran  itu, yaitu adanya tenggang waktu antara pelaksanaan pengajuan, penerimaan dan  pengumuman. Ketiga tahap itu dapat mempengaruhi sikap pihak ketiga atas  terdaftarnya suatu merek, sehingga terbuka kemungkinan untuk diadakannya  pembatalan pendaftaran suatu merek. Sejauh mana perlindungan hukum atas  merek dapat tercermin dari cara bagaimana pendaftaran merek itu membawa  implikasi terhadap pengakuan dan pembatalannya.
  Usman Rachmadi, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi  Hukumnya di Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2003), hal 50.
 Adi Sumarto, Harsono, Hak Milik Intelektual Khsnya Merek dan Paten, (Jakarta:  Akademik Pressindo, 1989), hal 34.
 Jika suatu perusahaan memperlakukan merek hanya sebagai nama saja  maka perusahan tersebut tidak melihat tujuan dari merek  yang sebenarnya.
Tantangan dalam pemberian merek adalah mengembangkan satu set makna yang  mendalam untuk merek tersebut, karena jika sebaliknya maka merek tersebut  memiliki makna yang dangkal. Yang merupakan kesalahan yang paling dilakukan  oleh perusahaan atau pemasar adalah dengan hanya mempromosikan merek saja.
Apabila pembeli tidak tertarik pada pemalsuan merek maka mereka tidak tertarik merek yang ditawarkan.
Pemalsuan merek banyak ragamnya, misalnya mempunyai puluhan merek  yang terdaftar atas namanya  dalam Daftar Umum Merek pada Departemen  Kehakiman dan Hak Asasi manusia Republik Indonesia, akan tetapi mereka tidak  memproduksi barang dengan merek tersebut, tetapi hanya mendaftarkan merek  tersebut.
 Dalam pengkajian merek, setiap perbuatan peniruan, reproduksi,  mengkopi, membajak atau membonceng kemasyuran merek oramg lain, dianggap  perbuatan :  1.  Pemalsuan (fraud)  2.  Penyesatan (deception, misleading)  3.  Memakai merek orang lain tanpa hak (unauthorized use), Setiap perbuatan  Pemalsuan, penyesatan atau memakai  merek orang lain tanpa hak, secara  harmonisasi dalam perlindungan merek, dikualifikasi  Djumhana, Muhammad, Djubaidillah, R, Hak Milik Intelektual, Sejarah Teori Dan Prakteknya Di Indonesia,( Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997), hal.
 http://renaisans-unibo.blogspot.com/2009/03/aspek-perlindungan-hukum-terhadapmerek. html, diakseskan tanggal 7 Februari2011   4.  Persaingan curang (unfair competition), Serta dinyatakan sebagai perbuatan  mencari kekayaan secara tidak jujur (unjust enrichment).
Harapan agar masalah penegakan hukum yang akan dilaksanakan oleh  para aparat yang berwenang serta hakim mampu dilakukan secara profesional dan  adil berdasarkan pada moralitas dan keyakinan yang dianutnya adalah mutlak  adanya. Yang perlu dipikirkan saat ini adalah implementasi dari sistem hukum  atas kekayaan intelektual agar dapat memberikan manfaat bagi perkembangan  ekonomi nasional, khsnya bagi para pengusaha nasional agar kesetaraan dan  kemampuan mereka dalam persaingan dunia melalui pemahaman terhadap Hak  Kekayaan Intelektual terutama Merek dapat ditingkatkan.
 Dengan adanya diberlakukan Undang-undang Persaingan Usaha,  Indonesia telah memilik peraturan perundang-undangan yang yang mengatur  mengenai praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, walupun masih  tercecer, bersifat parsial dan kurang komprehensif, Dalam upaya mengurangi terjadinya persaingan curang, plagiasi dan  pemalsuan maka perlu diberlakukan Undang-undang Persaingan Usaha dan  perenungan bersama, baik produsen, desainer, biro iklan dan lembaga terkait  untuk itu segera mendaftarkan karya hak atas kekayaan intelektual sesuai kategori  produk yang dihasilkan.
   Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),  (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997)   Normis S. Pakpahan, “Rangkuman Seminar ELIPS: Penemuan Hukum Persaingan:  Suatu Layanan Analitik Komparatif,” Jurnal Hukum Bisnis (Volume 4, 1998), hal.
seperti terdapat beberapa  pasal di dalam KUHP, KUHPerdata, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984  tentang Perindustrian, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan   Terbatas (PT), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,  Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Undang-undang  Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 jo. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang  Perbankan.
 Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat, perangkat hukum  yang mengatur mengenai praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat jauh  lebih baik dari yang diatur oleh peraturan perundang-undangan sebelumnya.
 Lahirnya Undang-undang Persaingan Usaha sebenarnya tidak lepas dari  krisis moneter yang kemudian berlanjut kepada krisis ekonomi yang melanda  Indonesia di pertengahan tahun 1997, dimana pemerintah disadarkan bahwa  sebenarnya fundamental ekonomi Indonesia pada waktu itu ternyata begitu lemah,  lemahnya fundamental ekonomi Indonesia terjadi karena berbagai kebijakan  pemerintah di berbagai sektor ekonomi yang kurang tepat yang menyebabkan  pasar menjadi terdistorsi. Terdistrosinya pasar membuat harga yang terbentuk di  pasar tidak lagi merefleksikan hukum permintaan dan hukum penawaran yang rill,  proses pembentukan harga dilakukan secara sepihak (oleh pengusaha atau   Faisal Basri, Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan  Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Erlangga,2002), hal.355-364.
 Saifur Rachman, Aspek perlindungan hukum terhadap merek terkenal di Indonesia,  Makalah, Seminar Patent Drafting FH UNS, Surakarta, 2  produsen) tanpa memperhatikan kualitas produk yang mereka tawarkan terhadap  konsumen.
 Di dalam penjelasan umum atas Undang-undang Persaingan Usaha  dikatakan bahwa kebijakan pemerintah diberbagai sektor ekonomi yang dibuat  selama tiga dasawarsa terakhir ternyata belum membuat seluruh masyarakat  mampu berpartisipasi, hanya sebagian kecil golongan masyarakat saja yang dapat  menikmati kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut, sehingga berdampak  kepada semakin meluasnya kesenjangan sosial.
 Di sisi lain perkembangan usaha swasta pada kenyataannya sebagian besar  merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.
Kedudukan monopoli yang ada lahir karena adanya fasilitas yang diberikan oleh  pemerintah (antara lain melalui tata niaga) serta ditempuh melalui praktek bisnis  yang tidak sehat (unfair business  practices) seperti persekongkolan untuk  menetapkan harga (price fixing).
 Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis  dalam bentuk skripsi dengan judul “Pendaftaran Merek Sebagai Upaya  Perlindungan Hukum Terhadap Praktek Persaingan Curang.”  Penjelasan Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan  Usaha Tidak Sehat Pasal 7.
 Ayudha D. Prayoga ed. Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengatur di Indonesia.
)Jakarta: ELIPS, 1999), hal 45.
 Sutan Remy Sjahdeini. “Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak  Sehat,” Jurnal Hukum Bisnis Volume 10 (2000): 4 – 25.
 B. Perumusan Masalah Adapun yang merupakan permasalah yang timbul dalam penulisan ini  adalah sebagai berikut : 1.  Bagaimana  penggunaan merek terdaftar dalam kegiatan perdagangan  barang dan jasa?  2.  Bagaimana  perlindungan hukum terhadap pemegang hak merek dari  praktek persaingan curang? 3.  Bagaimana aspek penegakan hukum dalam praktek persaingan curang  untuk melindungi merek terdaftar? 
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 
1. Tujuan penulisan Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah : a.  Untuk mengetahui  penggunaan merek terdaftar dalam kegiatan  perdagangan barang dan jasa.
b.  Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang hak merek  dari praktek persaingan curang.
c.  Untuk mengetahui aspek penegakan hukum dalam praktek persaingan  curang untuk melindungi merek terdaftar.
2. Manfaat penulisan Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis  Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata,  khsnya mengenai pandaftaran merek sebagai upaya perlindungan hukum  terhadap praktek persaingan curang.
b. Secara Praktis memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang pandaftaran merek  sebagai upaya perlindungan hukum terhadap praktek persaingan curang kepada Almamater Fakuktas Hukum  sebagai  bahan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa.
D. Keaslian Penulisan 
Adapun judul tulisan ini adalah  pandaftaran merek sebagai upaya  perlindungan hukum terhadap praktek persaingan curang, judul skripsi ini belum  pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama.
Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara  ilmiah.
Penulisan ini disn berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan  sistem pendaftaran merek yang membahas mengenai merek. Oleh karena itu,  penulisan ini adalah asli karya penulis.
E. Tinjauan Kepustakaan 
1. Pengertian merek  Merek adalah alat untuk membedakan barang dan jasa yang di produksi  oleh suatu perusahaan.
 Merek yaitu “dengan mana di pribadikanlah sebuah  barang tertentu untuk menunjukkan asal barang dan jaminan kualitasnya sehingga  bisa di bandingkan dengan barang-barang sejenis yang di buat dan di  perdagangkan oleh orang-orang atau perusahaan lain”.
 Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa pada mulanya merek hanya di  akui untuk barang, pengakuan untuk merek jasa baru di akui pada Konvensi Paris  pada perubahan di Lisabon 1958. di Inggris, merek jasa baru bisa di daftarkan dan  mempunyai konsekuensi yang sama dengan merek barang setelah adanya  ketentuan yang baru di berlakukan pada Oktober 1986 yaitu Undang-Undang hasil  revisi pada tahun 1984 atas Undang-Undang Trade Marks 1938. mengenai merek  jasa tersebut di Indonesia baru di cantumkan pada Undang-Undang Merek No. 19  Tahun 1992.
 Pencantuman pengertian merek sekarang ini, pada dasarnya banyak  kesamaannya di antara Negara peserta Uni Paris, hal ini di karenakan mereka  mengacu pada ketentuan Konvensi Paris tersebut. Hal ini terjadi pula pada Negara  berkembang, mereka banyak mengadopsi pengertian merek dari model hukum  untuk negara-negara berkembang yang di keluarkan oleh BIRPI tahun 1967.
  Erma Wahyuni,et.al. Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek. (Yogyakarta: YPAPI,  2004), hal 12.
 Imam Syahputra, et.al. Hukum Merek Baru Indonesia : Seluk Beluk Tanya Jawab.
(Jakarta: Harvarindo, 1997,) hal 10.
 Erma Wahyuni,et.al, Op.cit, hal 13.
 Imam Syahputra, et.al, Op.cit, hal 11.
Banyak para pakar lain yang juga memberikan batasan yuridis pengertian  merek, antara lain:  a. H. M. N Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa “Merek” adalah suatu  tanda dengan mana suatu benda tertentu di pribadikan, sehingga dapat di  bedakan dengan benda lain yang sejenis”.
 b. R. Soekardono, memberikan rumusan bahwa “Merek” adalah sebuah tanda  (Jawa: ciri atau tenger) dengan mana di pribadikanlah sebuah barang tertentu,  di mana perlu juga di pribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya  barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang di buat ataau  di perdagangkan oleh barang-barang perusahaan lain”.
 c.  Tirtamidjaya yang menyadur pendapat Vollmar, memberikan rumusan bahwa  “Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang di  bubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, guna membedakn barang  itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya”.
 d.  Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek  fungsinya, yaitu: “Suatu merek di pergunakan untuk membedakan barang  yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu barang yang  bersangkutan dengan di beri merek tadi mempunyai: tanda asal, nama,  jaminan terhadap mutunya”.
 Dari pendapat sarjana tersebut, mengambil kesimpulan bahwa yang di  artikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan   H. M. N Purwo Sutjipto, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia, (Bandung:  Fakultas Hukum Alumni UNPAR, 1999), hal 21.
 R. Soekardono, Selayang Pandang Hak Cipta, Merek, dan Paten, (Yogyakarta:  Faklutas Hukum Alumni UII, 1998), hal 30.
 Tirtamidjaya, Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya bagi Dunia Bisnis, (Bandung:  Citra Aditya Bakti, 2000),hal 18.
 Iur Soeryatin, Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Di Indonesia,  (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal 43.
 barang-barang yang sejenis yang di hasilkan atau di perdagangkan seseorang atau  kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang yang sejenis yang di  hasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan  atas mutunya dan di gunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Pengertian merek secara yuridis adalah pengertian yang diberikan oleh  undang-undang Pasal 1 ayat (1) UUM No. 15 Tahun 2001 menyebutkan sebagai  berikut :  “Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, snan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang  memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau  jasa”.
2. Syarat-syarat sebuah merek Sebuah merek dapat disebut merek apabila memenuhi syarat mutlak berupa  adanya daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing), maksudnya tanda yang  dipakai (sign) tersebut mempunyai kekuatan untuk membedakan barang atau jasa  yang diproduksi sesuatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Untuk mempunyai daya  pembeda ini, maka merek itu harus dapat memberikan penentuan atau  ”individualisering” pada barang atau jasa yang bersangkutan.
 a.  Mempunyai fungsi pembeda (Distinctive, distinguish) Dari ketentuan pengertian merek serta persyaratan suatu merek agar dapat  didaftarkan tersebut dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat dikategorikan dan diakui  sebagai merek apabila :  Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, (Bandung :  Citra Aditya Bakti, 1997), hal   b.  Merupakan tanda pada barang dagang atau jasa ( unsur-unsur gambar, nama,  kata , huruf-huruf, angka-angka, snan warna, atau kombinasi dari unsurunsur tersebut.
c.  Tidak memenuhi unsur-unsur yang bertentangan dengan kesusilaan dan  ketertiban umum, d.  Bukan menjadi milik umum.
e.  Tidak merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang  dimintakan pendaftaran.
Merek merupakan tanda. Tanda yang memberi kepribadian atau  pengindividualisasian kepada barang-barang. Memberi kepribadian atau  pengindividualisasian, dalam arti memberi tanda yang khs, yang mempunyai  daya pembeda (distincti venees) atas barang dengan cara bermacam-macam,  antara lain dengan mencetak tanda yang bersangkutan pada barang atau dikaitkan  pada barang itu, dengan mengantungkan pelat tanda khs tersebut.
 Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001  tentang Merek menyatakan bahwa merek tidak dapat di daftarkan atas dasar  permohonan yang di ajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Syarat suatu  merek berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang  Merek adalah:  a.  Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas  agama, kesusilaan atau ketertiban umum.
b.  Tidak memiliki daya pembeda.
c.  Tidak menjadikan milik umum; atau   d.  Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang di  mohonkan pendaftarannya.
Permohonan merek dapat ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek  tersebut (Pasal 6 (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek):  a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek  milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa  yang sejenis.
b. Mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan merek yang  sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.
c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasigeografis yang sudah di kenal.
Selain itu permohonan pengajuan merek juga dapat di tolak oleh  Direktorat Jenderal apabila merek tersebut (Pasal 6 (3) Undang-Undang No. 15  Tahun 2001 tentang Merek):  a.   Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto,atau nama badan  hukum yang di miliki orang lain, kecuali atas dasar persetujuan tertulis dari  yang berhak.
b.   Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,  lambang atau simbol atau emblem Negara atau lambang nasional maupun  internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
c.   Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang di  gunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan  tertulis dari pihak yang berwenang. Daya pembedaan (distinctivenees),   merupakan unsur yang utama seperti halnya pada paten, kebaharuan (novelty)  merupakan unsur pokok dan untuk hak cipta, urisinalitas (originality)  menjadi unsur utama, maka untuk merek yang menjadi unsur paling penting  adalah daya pembeda (distinctivenees).
Tidak terdapat daya pembeda jika, merek tersebut mengandung persamaan  pada keseluruhannya, atau pada pokoknya dengan merek lain. Persamaan pada  pokoknya dari pada merek, dilihat merek itu secara keseluruhan, apakah  wujudnya atau wujudnya atau bunyinya yang mempunyai kemiripan, seperti pada  gambar banteng dengan gambar sapi, bunyi sandoz dengan santos. Demikian pula  kemiripan dalam arti seperti gambar kuda terbang dengan kata kuda terbang. Juga  tidak terdapat daya pembeda, jika merek itu di buat terlalu rumit dengan  mencantumkan berbagai tanda, atau di buat terlalu sederhana seperti, dengan  mencantumkan sebuah titik, sebuah angka atau huruf.
3.Penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek Penghapusan pendafatran merek dari daftar umum merek dapat dilakukan  oleh Direktorat Jenderal , abaik atas prakarsa sendiri maupunberdasarkan  permohonan pemilik merek yang bersangkutan. Ketentuan penghapusan merek  atas prakarsa Direktorat Jenderal dalam Pasal 61 UU No. 15 tahun 2001 tentang  Merek dapat dilakukan apabila : a.  Merek tidak digunakan berturut-turut selama 3 ( tiga ) tahun atau lebih  dalam perdagangan barang dan /jasa sejak tanggal pendaftaran atau  pemakain terakhir kecuali ada alasan yang dapat diterima oleh direktorat  Jenderal.
 b.  Merek digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan  jenis barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya, termasuk  pemakaian merek yang tidak sesua dengan merek yang sudah didaftar.
Adapun alas an-alasan yang dapat diterima oleh Direktorat jenderal tidak  digunakannya merek dalam perdagangan barang atau jasa secara limitatif diatur  dalam Pasal 61 ayat (3) yaitu : a.  Larangan Impor, b.  Larangan yang berkaitan dengan ijin bagi peredaran barang yang  menggunakan merek barang atau jasa yang bersangkutan atau keputusan  dari pihak yang berwenang yang besifat sementara, c.  Larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam pengaturan merek selain dikenal mekanisme penghapusan  pendafataran merek , juga terdapat mekanisme pembatalan merek yang terdaftar .
Pendaftaran merek hanya bisa dimintakan pembatalannya oleh pihak yang  berkepentingan yaitu antara lain jaksa, yayasan , Lembaga bidang konsumen, dan  lembaga majelis keagamaan. Permohonan pembatalan diajukan melalui gugatan  kepada Pengadilan Niaga diantara karena alasan : a.  Merek yang terdaftar yang pendaftarannya dilakukan oleh pihak yang  tidak beritikad baik, b.  Merek terdaftar mengandung salah satu unsur yang bertentangan dengan  kesusilaan dan ketertiban umum, c.  Adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek lain  yang sudah terdaftar,  d.  Menyerupai nama orang terkenal, foto dan nama badan hukum yang  dimilki, e.  Peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang  simbol atau emblem dari negara atau lembaga nasional maupun  Internasional secara tidak sah, f.  Peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang  digunakan negara atau  lembaga negara dengan secara tidak sah. 7.
Menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi hak cipta dengan tanpa  persetujuan tertulis.
Gugatan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5  (lima) tahun sejak tanggal pendaftarannya , namun apabila gugatan pembatalan  beralasan merek yang bersangkutan bertentang dengan moral agama,kesusilaan,  atau ketertiban umum maka jangka waktunya tidak dibatasi. Terhadap putusan  Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan permohonan Banding, tetapi hanya dapat  langsung diajukan permohonan kasasi atau peninjauan kembali.
4.  Persaingan curang pada Merek Henry Clay pernah mengungkapkan dalam suatu kalimat: “Off all human  powers operating on the affairs of mankind, none is greater than that of  competition,”untuk menggambarkan mengenai arti penting dari persaingan bagi  umat manusia. Bahkan mungkin sejak dimulainya peradaban dan selama masih  akan ada peradaban rasanya persaingan tidak akan pernah bisa dipisahkan dari  kehidupan manusia.
  Henry Clay, Perkembangan Persaingan Usaha, (Jakarta : UI Press, 1986), hal 79.
 Bayangkan seandainya di dalam kehidupan ini tidak ada persaingan,  mungkin perkembangan teknologi tidak akan semaju seperti sekarang ini, dan  pergi ke luar angkasa serta menginjakan kaki di bulan hanya akan menjadi sebuah  mimpi belaka.
Dengan adanya persaingan jelas memberikan manfaat kepada peningkatan  kualitas kehidupan manusia. Namun di samping segi positifnya persaingan juga  terkadang membawa segi negatif, terutama bagi pihak yang kalah dalam  persaingan. Namun secara umum persaingan diakui ataupun tidak, lebih banyak  membawa segi positif dibandingkan segi negatifnya. Jadi keinginan untuk  meniadakan persaingan adalah suatu keinginan yang jelas justru akan membawa  kehidupan umat manusia kearah kemunduran.
Persaingan tidak jujur (unfair competition) sangatlah tidak diharapakan  terjadi. Pasal 10 dari Konvensi Paris, memuat ketentuan bahwa negara peserta Uni  Paris terikat untuk memberikan perlindungan yang efektif agar tidak terjadi  persaingan yang tidak jujur. Dalam ayat keduanya ditentukan bahwa tiap  perbuatan yang bertentangan dengan honest practices industrial and commercial  matters dianggap sebagai perbuatan persaingan tidak jujur. Dalam ayat tiganya  menentukan bahwa khsnya akan dilarang “ semua perbuatan yang dapat  menciptakan kekeliruan dengan cara apapun berkenaan dengan asal l barang  atau berkenaan usaha-usaha industrial dan komersial dari seorang pengusaha yang  bersaingan” Juga ditentang semua tindakan-tindakan dan indikasi-indikasi yang  dapat mengacaukan public berkenaan dengan sifat dan asal –l barang.
  Sutan Remy Sjahdeini,Op.Cit, hal 39.
 Persaingan tidak jujur dengan sendirinya bersifat melawan hukum karena undangundang dan hukum memberikan perlindungan terhadap  pergaulan yang tertib  dalam duania usaha. Persaingan usaha tidak jujur dapat pula digolongkan suatau  tindak pidana sesuai dengan Pasal 382 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
 1.  Tipe penelitian F. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat  normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder  tersebut meliputi : Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.
 2.  Data dan sSumber data  Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada  bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan  yang berkaitan dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek  dan UU No.5 tahun 1999 tentang  Larangan Praktek Monopoli dan  Persaingan Usaha tidak sehat. Penelitian bertujuan menemukan landasan  hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum  merek dan praktek persaingan curang.
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari   a.  Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai  kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain  :   Ibid, hal   Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum ,(Jakarta : UI Press, 1986), hal 9-10.
 Ibid, hal 51-52   Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dan UU No.5 tahun  1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak  sehat.
b.  Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan  mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku,  makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, dan internet.
3.  Teknik pengumpulan data  Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka  digunakan metode pengumpulan data dengan cara  a.  Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara  digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah,  internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang  berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
:  4.  Analisis data  Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,  yaitu data yang diperoleh kemudian dikemudian disn secara sistematis  dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan  masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk  skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat  deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu  yang utuh.
 Ibid, hal.
 G.Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa  sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang  dapat digambarkan sebagai berikut : 
BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar  Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan  Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,  Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : PENGGUNAAN MEREK TERDAFTAR DALAM  PERDAGANGAN BARANG ATAU JASA Dalam bab ini berisi tentang  Sejarah Pengaturan Merek di  Indonesia, Pendaftaran Merek, Tata Cara Pendaftaran Merek,  Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar dan Bentuk Umum  Penggunaan Merek Terdaftar dalam Perdagangan Barang atau Jasa.
BAB III :  PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK  MEREK DARI PRAKTEK PERSAINGAN CURANG Bab ini berisikan  Pelanggaran Hukum Terhadap Hak Merek,  Persaingan Curang / Persaingan Tidak Jujur (Unfair Competition), Persaingan Curang dalam Penggunaan Merek Terdaftar dan Bentuk  Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Merek dari Praktek  Persaingan Curang.
 BAB IV :  PENEGAKAN HUKUM DALAM PRAKTEK PERSAINGAN  CURANG MELINDUNGI MEREK Bab ini berisi tentang  Pelanggaran Terhadap Merek Terdaftar  dalam Praktek Persaingan Curang dan  Upaya Penanganan  Pelanggaran Merek Terdaftar pada Praktek Persaingan Curang.
BAB V :  KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab  sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan  uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
  
Download lengkap Versi Word