Skripsi Manajemen: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DALAM MELAKUKAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA CARREFOUR CITRA GARDEN PADANG BULAN MEDAN


BAB I PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang Masalah
Globalisasi perekonomian membentuk negara-negara di seluruh dunia  menjadi suatu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi tanpa rintangan batas  teritorial negara. Globalisasi ekonomi akan membuka peluang pasar produk dari  dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka  peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik  (Wikipedia.com).
Terbukanya peluang bisnis bagi pelaku bisnis asing untuk  mengembangkan bisnisnya di Indonesia, perkembangan uasaha manufaktur dan oleh upaya yang dilakukan pemerintah  untuk mendorong perkembangan ritel  mengakibatkan tumbuhnya ritel modern yang begitu pesat. Meningkatnya jumlah  bisnis ritel modern di Indonesia menciptakan persaingan yang ketat sehingga  bisnis ritel sangant membutuhkan pemahaman mendalam terhadap perilaku  konsumen untuk bisa memenangkan persaingan.
Konsumen yang dinamis dan interaksinya dengan aspek lain dalam proses  pengambilan keputusan pembelian begitu unik dan sangat beragam. Ragam  konsumen secara psikologis tercermin dari motivasi, sikap dan persepsi mereka.

Keanekaragaman ini menciptakan variasi dalam proses pengambilan keputusan  pembelian. Sebagian konsumen cenderung tidak memahami secara mendalam  motivasinya melakukan pembelian (Ferrinadewi, 2008:v). Karakteristik seperti ini   mengindikasikan perilaku konsumen yang mudah terpengaruh untuk mengambil  keputusan pembelian tertentu yang tidak direncanakan sebelumnya atau yang  disebut impulsive buying.
Menurut Hirschman dan Stern (dalam Winardi, 1998:176-177) pembelian  impulsif adalah kecendrungan konsumen untuk melakukan pembelian secara  spontan, tidak terrefleksi, secara terburu-buru, dan didorong oleh aspek psikologis  emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi dari pemasar.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan  oleh Nielsen, ternyata 85%  pembelanja di ritel modern Indonesia cenderung untuk berbelanja sesuatu yang  tidak direncanakan. Sebesar 61% konsumen biasanya memang merencanakan  membeli sesuatu sehingga mereka datang ke ritel. Namun demikian, mereka  kadang-kadang juga membeli sesuatu yang lain. Artinya mereka juga melakukan  pembelian yang tidak direncanakan. Sebanyak 13% konsumen selalu membeli  yang lain, dan bahkan 10% benar-benar tidak merencanakan  untuk membeli (Rosidi, Purwaningsih, dkk, 2010:2-3).
Pembelian impulsif mempunyai dasar pertimbangan yang masuk akal.
Sistem penjualan dengan swalayan dan tata ruang terbuka menimbulkan situasi  pemasaran dimana konsumen menjadi lebih tertarik pada produk dikarenakan  bagaimana produk tersebut dipajang (Setiadi, 2003:356).
Memang wajar jika seorang konsumen datang ke supermarket atau  hipermarket karena dorongan untuk membeli sesuatu. Namun kebiasaan membeli  tanpa perencanaan selalu hinggap di benak konsumen pada saat masuk ke ritel  tersebut. Karena itu sejumlah pemasar memilih untuk banyak melakukan aktivitas   pemasaran langsung di ritel modern. Tujuannya agar menarik konsumen  melakukan impulsif buying.
Lingkungan dalam toko seperti musik, pencahayaan, paduan warna, ruang  yang cukup merupakan rangsangan yang diciptakan pada lokasi perbelanjaan guna  menarik perhatian konsumen untuk melakukan pembelian. Suasana toko biasanya  diatur sedemikian rupa sehingga konsumen yang datang ke toko merasanyaman  dan senang terhadap keadaan sekitarnya. Hal ini secara tidak langsung  mengakibatkan konsumen dikendalikan oleh suasana toko tersebut dan kehilangan  logika berbelanja dan melakukan pembelian yang tidak direncanakannya(Sunarto,  2007:91-93). Suasana dan lingkungan dalam toko yang cenderung menstimulus  terciptanya pembelian oleh konsumen sebaiknya didukung oleh program promosi  untuk merangsang lebih banyak konsumen untuk berkunjung ke toko.
es'>� � s a �� � onsumen bagi terciptanya rasa percaya pada merek dan pengalaman ini akan  mempengaruhui evaluasi konsumen dalam konsumsi, penggunaan atau kepuasaan  secara langsung dan kontak tidak langsung dengan merek (Costabile, 2002).
Kepercayaan konsumen pada merek hanya dapat diperoleh bila pemasar dapat  menciptakan dan mempertahankan hubungan emosional yang positif dengan  konsumen. Hubungan emosional yang positif ini harus dibangun selama jangka  waktu yang tidak pendek namun harus dilakukan secara konsisten.


Download lengkap Versi PDF