SKRIPSI HUKUM: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PRODUKSI DI PT. SUMO INTERNUSA INDONESIA


BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral daripembangunan  nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar  Negara Republik  Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka  pembangunan manusia  Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk  meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan  masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupu n spiritual.

Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga  kerja dan  pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanyadengan  kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja  tetapi juga  keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk  itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan  komprehensif, antara lain  mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan  daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan  penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial. Kualitas manusia  Indonesia yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap  tinggal landas. Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa  memberikan jaminan hidup, sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapai apabila   manusia tidak mempunyai pekerjaan, dimana dari hasil pekerjaan itu dapat  diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan keluarganya.
Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang  melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian  dan keadilan setiap orang.
 Penerapan perundang-undangan ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk  menjaga keseimbangan/keserasian hubungan antara hak dan kewajiban bagi  pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat  terjamin. Sendjun menjelaskan bahwa  pembinaan hubungan ketenagakerjaan perlu diarahkan kepada terciptanya keserasian antara tenaga kerja dan  pengusaha yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, dimana  masing-masing pihak saling menghormati dan saling mengerti terhadap peranan Hukum seyogyanya memberikan keadilan, karena keadilan itulah tujuan  dari hukum. Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus  merupakan kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor.
Dalam hubungan ini program-program pembangunan sektoral maupun regional  perlu senantiasa mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak  mungkin dengan imbalan jasa yang sepadan. Dengan jalan demikian maka  disamping peningkatan produksi sekaligus dapat dicapai pemerataan hasil  pembangunan, karena adanya perluasan partisipasi masyarakat secara aktif di  dalam pembangunan.
 Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta:  Balai Pustaka1986), hal. 40.
 serta hak dan kewajibannya masing-masing dalam keseluruhan proses produksi,  serta peningkatan partisipasi mereka dalam pembangunan.
 Sementara itu dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang  Ketenagakerjaan merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun  majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan  buruh  diatur di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan  Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan,  waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan, dan kesejahteraan.
Dengan demikian, Undang-undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat berarti  dalam mengatur hak dan kewajiban baik para tenaga  kerja  maupun para  pengusaha di dalam melaksanakan suatu mekanisme prosesproduksi.
Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan  agar bisa menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta  perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disnya undangundang ketenagakerjaan yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang  akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.
Sehubungan dengan uraian di atas untuk lebih mengetahui secara nyata  dan lebih mendalam tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003  tentang Ketenagakerjaan di perusaahan, maka penelitian ini dibatasi pada  Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan  Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.
 Sendjun, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. (Jakarta:  Rineka Cipta, 2001), hal. viii.
 B.  Permasalahan  
Permasalahan yang diangkat untuk dibahas dalam tulisan ini adalah: 1.  Bagaimana kedudukan perjanjian kerja sebagai dasar dari perlindungan  hukum bagi tenaga kerja? 2.  Bagaimana bentuk dan tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja? 3.  Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap kesehatan dan  keselamatan kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia? 
C. Tujuan dan Manfaat 
Penulisan 1.  Tujuan a.  Untuk mengetahui kedudukan perjanjian kerja sebagai dasar dari  perlindungan hukum bagi tenaga kerja b.  Untuk mengetahui dan tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga  kerja c.  Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap  kesehatan dan keselamatan kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia 2.  Manfaat  Setiap penelitian pasti mendatangkan manfaat sebagai tindak lanjut dari  apa yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian. Penulis mengharapkan  dengan adanya penelitian ini membawa manfaat positif bagi penulis atau  pembaca secara langsung maupun secara tidak langsung. Penelitian ini  juga sangat berpengaruh bagi perkembangan individu atau objek dari   penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan  manfaat sebagai berikut: a.  Manfaat teoritis Penelitian ini merupakan hasil dari studi ilmiah yang dapat  memberikan masukan pemikiran dan ilmu pengetahuan baru terhadap  ilmu hukum pada umumnya dan ilmu Hukum Ketenagakerjaan pada  khsnya.
b.  Manfaat praktis Sebagai suatu informasi dan referensi bagi individu atau instansi yang  menjadi atau yang terkait dari objek yang diteliti.
D. Keaslian Penulisan 
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian  mengenai “Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan  Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia” belum  pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera  Utara dan skripsi ini asli disn sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari  skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan  kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan  kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka  penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
 E.  Tinjauan Kepustakaan 
1.  Pengertian hukum ketenagakerjaan Pengertian hukum ketenagakerjaan sangat tergantung pada hukum positif masing-masing negara. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau definisi mengenai hukum perburuhan (ketenagakerjaan) yang dikemukakan oleh para ahli  hukum juga berlainan, terutama yang menyangkut keluasannya. Hal ini mengingat  keluasan cakupan hukum perburuhan (ketenagakerjaan) di masing-masing negara  juga berlainan. Disamping itu, perbedaan sudut pandang juga menyebabkan para  ahli hukum memberikan definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) yang  berbeda pula. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi hukum perburuhan  (ketenagakerjaan) oleh beberapa ahli.
NEH van Esveld sebagaimana dikutip Iman Soepomo menegaskan hukum  perburuhan (ketenagakerjaan) meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.
 Sementara itu Molenaar menegaskan bahwa  hukum  perburuhan (ketenagakerjaan) adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya  mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan  Dengan definisi seperti ini berarti yang dimaksudkan denganhukum perburuhan  (ketenagakerjaan) tidak saja hukum yang bersangkutan dengan hubungan kerja,  melainkan juga hukum yang bersangkutan dengan pekerjaan di luar hubungan.
Misalnya seorang dokter yang mengobati  pasiennya, seorang pengacara yang  membela kliennya, atau seorang pelukis yang menerima pesanan lukisan.
 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Undang-undang dan Peraturan– peraturan, (Jakarta: Jambatan, 1972), hal. 2.
 antara buruh dengan penguasa.
 “Hukum  perburuhan (ketenagakerjaan) adalah keseluruhan peraturan-`peraturan hukum mengenai hubungan yang  mengakibatkan seseorang  secara pribadi ditempatkan di bawah pimpinan (perintah) orang lain dan  keadaan-keadaan penghidupan  yang langsung bersangkut-paut dengan  hubungan kerja tersebut”.
Definisi ini lebih  menunjukkan pada latar  belakang lahirnya hukum perburuhan (ketenagakerjaan). Sebab, pada mulanya  selain mengenai perbudakan, baik  orang yang bekerja maupun pemberi kerja bebas untuk menentukan syarat-syarat kerja, baik mengenai jam kerja, upah,  jaminan sosial dan lainnya. Para  pihak benar-benar bebas untuk membuat  kesepakatan mengenai hal-hal tersebut. Kenyataannya orang yang bekerja (yang  kemudian dalam hukum perburuhan (ketenagakerjaan) disebut buruh/pekerja)  sebagai orang yang  hanya mempunyai tenaga  berada dalam kedudukan yang  lemah, sebagai  akibat lemahnya ekonomi mereka. Dalam kedudukan yang  demikian ini sulit diharapkan mereka akan mampu melakukan bargaining power  menghadapi pemberi kerja (yang kemudian dalam hukum ketenagakerjaan disebut majikan/pengusaha). Oleh karena itu, hadirlah pihak ketiga, yakni penguasa (pemerintah) untuk melindungi orang yang bekerja. Hal-hal yang disebutkan  inilah yang merupakan embrio hukum  perburuhan (ketenagakerjaan). Seberapa  jauh campur tangan pihak penguasa inilah yangikut menentukan keluasan batasan  hukum  perburuhan. Di  Indonesia  peraturan mengenai Upah Minimum  Regional/Upah Minimum Kabupaten  merupakan contoh campur tangan  pemerintah dalam melindungi buruh.  Soetiksno, salah seorang ahli hukum,  memberikan definisi hukumperburuhan (ketenagakerjaan) sebagai berikut:    Ibid., hal. 1.
 Soetiksno, Hukum Perburuhan, (tanpa penerbit), Jakarta, 1977, hal.
 2.  Ruang lingkup hukum ketenagakerjaan Hukum perburuhan (ketenagakerjaan) merupakan spesies dari genus  hukum umumnya. Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini  para ahli belum menemukan batasan yang baku serta memuaskan semua pihak  tentang hukum, disebabkan karena hukum itu sendiri mempunyai bentuk serta  segi yang sangat beragam. Ahli hukum berkebangsaan Belanda,  J. van Kan,  sebagaimana dikutip oleh Lalu Gusni, mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan  ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa,  yang melindungi  kepentingan orang dalam masyarakat.
 Pendapat lainnya  menyatakan bahwa  hukum adalah serangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai  anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan  hukum adalah menjamin  kebahagiaan dan ketertiban dalam  masyarakat. Selain itu, menyebutkan 9  (sembilan) arti hukum yakni:  a.  Ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang secara sistematis atas dasar  kekuatan pemikiran, b.  Disiplin, yakni sebagai sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala- gejala  yang dihadapi, c.  Norma, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan, d.  Tata hukum, yakni struktur dan perangkat norma-norma yang berlaku pada  suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis,  Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 13.
 Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata  Hukum, (Bandung, Alumni, 1986), hal. 2-4.
 e.  Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law inforcement officer), f.  Keputusan penguasa, yakni hasil-hasil proses diskripsi, g.  Proses pemerintahan, yakni proses hubungan timbal balik antara unsur-  unsur pokok dari sistem kenegaraan, h.  Sikap tindak yang ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakniperikelakuan  yang diulang-ulang dengan cara yang sama yang bertujuan untuk  mencapai kedamaian dan i.  Jalinan nilai, yakni jalinan dari konsepsi tentang apa yang dianggap baik  dan buruk.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa hukum itu mempunyai makna yang  sangat luas, namun demikian secara umum, hukum dapat dilihat sebagai norma  yang mengandung nilai tertentu. Jika hukum dalam kajian ini dibatasi sebagai  norma, tidak berarti hukum identik dengan norma, sebab norma merupakan  pedoman manusia dalam bertingkah laku. Dengan demikian  dapat dikatakan  bahwa norma hukum merupakan salah satu dari sekian banyak pedoman tingkah  laku selain norma agama, kesopanan dan kesusilaan.
3.  Perkembangan hukum tentang tenaga kerja Dalam membicarakan perkembangan hukum tentang tenaga kerja(hukum perburuhan) khsnya di  Indonesia, uraian mengenai pertumbuhan dan perkembangannya tidak semata-mata dari undang-undang dan peraturan lainnya  mengenai perburuhan (tenaga kerja). Hukum perburuhan yang ada pada masa itu  adalah hukum perburuhan asli Indonesia, yaitu  hukum perburuhan adat dan   hukum  perburuhan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia  Belanda. Hukum  perburuhan adat sebagaimana hukum adat bidang-bidang lain, merupakan hukum  tidak tertulis. Hukum perburuhan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda  sebagian besar merupakan hukum tertulis. Hukum perburuhan adat yang karena  bentuknya tidak tertulis, maka  perkembangannya sulit diuraikan dengan  penandaan tahun atau bulan. Pada  kenyataannya pada masa sebelum Pemerintah  Hindia Belanda, sudah ada orang  yang memiliki budak. Kenyataan ini  memberikan indikator bahwa ada orang yang memberikan pekerjaan, memimpin  pekerjaan, meminta pekerja dan ada orang yang melakukan pekerjaan. Meskipun  secara hukum, budak bukan merupakan subyek hukum, melainkan obyek hukum,  namun faktanya  budak melakukan sesuatu (pekerjaan) sebagaimana layaknya  subyek hukum. Budak mempunyai kewajiban melakukan pekerjaan sesuai dengan  perintah  pemilik budak. Pemilik budak mempunyai hak untuk menerima  pekerjaan, mengatur pekerjaan dan lain sebagainya. Akan tetapi pemilik budak ini  sama sekali tidak ada kewajiban yang sesungguhnya, yang ada adalah “kewajiban moral” karena kebaikan hati saja, seperti memberi makan, memberi pakaian dan perumahan (tempat tinggal) kepada budak. Meskipun pemberian itu padaakhirnya  juga untuk pemilik budak sendiri, karena tanpa pemberian tersebut budak tidak  dapat melakukan pekerjaan yang diberikan pemilik budak.
Peraturan perundang-undangan yang ada, dari jaman Hindia Belanda sampai era reformasi sekarang ini sebenarnya sudah menyiapkan perangkat  hukum yang mengatur mengenai kemungkinan menuju kehidupan ketenagakerjaan yang serasi dan seimbang, yaitu:  a.  Undang-undang pada zaman Hindia Belanda; Pada abad ke 19 Pemerintah Hindia Belanda mulai ikut campur dalam  mengatur masalah budak, meskipun dalam hal yang terbatas, misalnya: 1)  Peraturan tentang pendaftaran budak (1819); 2)  Peraturan tentang pajak atas pemilikan budak (1820); 3)  Peraturan tentang larangan mengangkut budak yang masih anak-anak (1892), dan beberapa peraturan lainnya; 4)  Pada tahun 1954, perbudakan dinyatakan dilarang; 5)  Regeringsreglement  Pasal 115 sampai dengan Pasal 117 yang  kemudian menjadi Pasal 169 sampai dengan Pasal 171 Indische  Staatsregeling dengan tegas menetapkan bahwa paling lambat 1  Januari 1860 perbudakan di seluruh Indonesia (Hindia Belanda) harus  dihapuskan.
6)  Selama dalam proses penghapusan perbudakan tersebut, oleh Pemerintah Hindia Belanda juga dikeluarkan beberapa peraturan  mengenai perburuhan, baik peraturan yang khs mengatur tentang  masalah perburuhan maupun peraturan bidang lain, tetapi di dalamnya  terdapat peraturan tentang perburuhan, misalnya Koeli ordonanties.
7)  Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) dan Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-undang Hukum Dagang),   Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta,  Penerbit Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 19.
 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 (Staatblad 1847 nomor  13) dan dengan Staatblad 1879 nomor 256 yang mulai berlaku 21  Agustus 1879, Pasal 1601 sampai dengan 1603 (lama) Burgerlijk  Wetboek diberlakukan terhadap golongan bukan Eropa;  Pada awal abad ke 20 dikeluarkan peraturan-peraturan yang pada dasarnya  mencontoh peraturan-peraturan yang berlaku di negeri Belanda, misalnya : 1)  Veiligheids Reglement 2)  Reglement Stoomketels; 3)  Mijnwetgeving; 4)  Peraturan tentang pembatasan kerja anak-anak dan wanita di waktu  malam (Staatblad 1925 nomor 647); 5)  Peraturan tentang ganti kerugian bagi buruh yang mendapat  kecelakaan (Ongevallen Regeling tahun 1939); 6)  Peraturan tentang ganti kerugian bagi pelaut yang mendapat kecelakaan (Schepen Ongevallenregelin tahun 1940); 7)  Peraturan yang membatasi tenaga kerja asing (Crisis Ordonantie Vreemdelingenarbeid Staatsblad  tahun 1935 nomor 426 juncto  Staatsblad tahun 1940 nomor 573); 8)  Peraturan mengenai pengawasan khs terhadap hubungan- hubungan  hukum antara majikan dengan buruh (hubungan kerja), yaitu  Bijzondertoezicht op de rechtsverhoudingan tussen wergevers en  aebeiders, Staatsblad tahun 1940 nomor 569, yang berlaku surut mulai  10 Mei 1940.
 9)  Undang-undang Gangguan Tahun 1927.
b.  Undang-undang Dasar 1945, yaitu:  Pasal 27 ayat (2), yang berbunyi: Tiap-tiap warga negara berhak atas  pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 33: 1)  Perekonomian disn sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.
2)  Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3)  Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran  rakyat.
c.  Undang-undang No. 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan; d.  Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Program Jaminan Sosial  Tenaga Kerja; e.  Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan; f.  Undang-undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;  g.  Undang-undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; h.  Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri  i.  Konvensi I.L.O No. 120 Mengenai Higene Dalam Perniagaan dan Kantorkantor;   j.  Peraturan perundang-undangan lainnya yang meratifikasi Konvensi  Organisasi Perburuhan Internasional (Internasional Labour Organization).
F.  Metode Penelitian Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dimulai ketika seseorang berusaha  untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan  teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang  digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan  menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap  fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalahmasalah yang ditimbulkan faktor tersebut.
 1.  Jenis penelitian Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang  merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan  logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.
 Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumbersumber hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, dokumendokumen terkait dan beberapa buku tentang Perlindungan Hukum terhadap  Logika keilmuan yang juga dalam  penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara  kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.
 Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta:  Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004), hal 1.
 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,  (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.
 Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo  Internusa Indonesia.
2.  Sumber data a.  Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan  ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
 b.  Bahan Hukum Sekunder Dalam penelitian ini bahan  hukum primer diperoleh melalui Undang-undang Dasar 1945 Pasca  amandemen, khsnya pasal 27 yang mengatur tentang hak setiap  warga Negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang  layak bagi kemanusiaan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,  Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,  Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor  Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, dan peraturan perundang-undangan  lain yang terkait.
Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang  berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal  hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan  beberapa sumber dari internet.
 Soedikno Mertokmo,  Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 19.
 3.  Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan  (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan  pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang  digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik  koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari  media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk  peraturan perundang-undangan.
4.  Teknik analisa data Data sekunder yang telah disn secara sistematis kemudian dianalisa  dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan  dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif  dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan  topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan  penelitian yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skr ipsi ini adalah sebagai berikut: BAB I:    Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain  memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan  Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode  Penelitian dan Sistematika Penulisan.
 BAB II :    Bab  ini akan membahas  perjanjian kerja sebagai landasan  perlindungan tenaga kerja, yang memuat tentang pengertian dan  unsur-unsur dalam perjanjian kerja, jenis-jenis perjanjian kerja,  pihak-pihak dalam perjanjian kerja, dan kewajiban para pihak  dalam perjanjian kerja.
BAB III:    Bab ini akan membahas tentang perlindungan hukum terhadap  tenaga kerja, yang mengulas tentang  pengertian perlindungan  hukum, tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja, dan  bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja.
BAB IV:  Bab ini akan dibahas tentang perlindungan hukum terhadap  keselamatan dan kesehatan kerja di pt. sumo internusa Indonesia,  yang membahas dan menganalisa gambaran umum PT. Sumo  Internusa Indonesia, pelaksanaan perlindungan hukum terhadap  keselamatan dan kesehatan tenaga kerja di PT. Sumo Internusa  Indonesia.
BAB V:  Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang  berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang  dibahas.

Download lengkap Versi Word