BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sumatera Utara
merupakan daerah perkebunan yang cukup potensial. Kakao merupakan salah satu
komoditi andalan Sumatera Utara sebagai penghasil devisa non – migas. Disamping
itu kakao juga digunakan sebagai bahan baku industri makanan, industri
obat-obatan dan industri kosmetik.
Pemanfaatan tanaman
kakao selama ini
masih terbatas yaitu
pada bijinya yang yang berkisar
antara 16-53 biji tiap buah, sedangkan bagian lainnya seperti kulit buah dan
pulp belum banyak
dimanfaatkan. Diperkirakan 68,5%
dari berat buah segar
terbuang manjadi limbah.
Buah kakao terdiri
dari 73,8% kulit buah,
2% masenta, dan 24,2% biji. (Wikipedia, 2010) Produksi biji kakao
Sumatera Utara pada tahun 2009 adalah 68.828 ton, yang berarti menghasilkan
limbah kulit buah
sebanyak 193.874 ton,
jumlah yang tidak sedikit untuk dibuang sebagai limbah
perkebunan.
(BPS Sumut, 2010) Kulit buah kakao mengandung 6 – 30 % pektin yang
jumlahnya tergantung dari tingkat kematangan buah kakao tersebut, dimana untuk
buah kakao yang masih mentah kandungan pektin pada kulitnya berkisar 25 – 30 %,
sedangkan untuk buah kakao yang sudah matang kandungan pektin pada kulitnya
berkisar diantara 6 – %. Selain itu,
tingkat kesegaran kulit buah kakao juga sangat mempengaruhi kadar pektin yang
terkandung di dalam
kulit buah kakao,
dimana apabila kulit
kakao tersebut sudah lama
dipetik dari pohonnya
dan sudah rusak
(mengalami pembusukan), maka kandungan
pektin di dalam
kulit buahnya akan
semakin menurun. (Sukha, 2007) Pektin
adalah senyawa polisakarida
yang larut dalam
air dan merupakan asam-asam pektinat
yang mengandung gugus-gugus
metoksil. Fungsi utamanya sebagai
bahan pengental dan pembentuk gel. Selain dalam industri makanan pektin juga
dapat digunakan dalam industri kosmetik dan farmasi. Pada industri kosmetika, pektin
digunakan sebagai bahan aditif dalam pembuatan krim, sabun, minyak rambut dan
pasta. (Amelia, 2000) Hingga tahun
2010, seluruh pektin
yang digunakan di
industri-industri Indonesia adalah barang impor. Jumlah impor pektin
yang besar, yaitu > 100 ton per tahun
dan harganya yang
sangat mahal, membuat
biaya impor pektin
berdampak terhadap
pengurangan devisa negara
yang besar pula.
Dengan memanfaatkan kulit buah kakao menjadi sumber pektin
diharapakan limbah kulit buah kakao di Sumatera Utara dapat dimanfaatkan dan
bisa mencukupi kebutuhan pektin dalam negeri serta menjadikan Indonesia
sebagai salah satu
negara pengekspor pektin.
(BPS Sumut, 2010) 1.2 Rumusan
Masalah Perumusan Masalah dalam
“Pra Rancangan Pabrik
Pembuatan Pektin dari Kulit
Buah Kakao” adalah
bagaimana membuat suatu
pra rancangan pabrik pembuatan pektin dari
kulit buah kakao
dengan menerapkan disiplin
ilmu teknik kimia dan bagaimana
kelayakan pra rancangan pabrik ini untuk dilanjutkan ke tahap perancangan yang
lebih terperinci berdasarkan hasil analisa ekonominya.
1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari
penulisan “Pra Rancangan
Pabrik Pembuatan Pektin
dari Kulit Buah Kakao” adalah
untuk menerapkan disiplin ilmu teknik kimia dalam penentuan kelayakan pra
rancangan pabrik pembuatan
pektin dari kulit
buah kakao sebagai bekal kompetensi seorang sarjana
teknik kimia.
Adapun manfaat
dari penulisan “Pra
Rancangan Pabrik Pembuatan
Pektin dari Kulit Buah
Kakao” adalah untuk
mengetahui apakah pra
rancangan pabrik pembuatan pektin
dari kulit buah
kakao layak untuk
dilanjutkan ke tahap perancangan yang lebih terperinci lagi,
sehingga pabrik pektin dari kulit kakao layak untuk didirikan di kemudian hari.
1.4 Kapasitas Produksi Penentuan kapasitas
pabrik ini didasarkan pada perkembangan produksi buah kakao perkebunan
rakyat di Sumatera
Utara, kebutuhan pektin
dalam negeri dan kebutuhan pektin di kawasan asia setiap
tahunnya.
Tabel 1.1 Perkembangan Produksi
Kakao Perkebunan Rakyat Sumut Tahun Produksi Biji Kakao (ton) Limbah Kulit
Kakao (ton) 20 20 20 20 20 50.9 51.9 52.8 53.7 68.8 143.639, 146.445, 148.890, 151.487,
193.874, ( Sumber : Biro Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010 ) Tabel 1.2 menunjukkan data
kebutuhan pektin di
Indonesia dam total kebutuhan pektin
di kawasan asia
(termasuk Indonesia) dari
tahun 2000 sampai dengan tahun 2009.
Tabel 1.2 Kebutuhan Pektin di
Indonesia Tahun Impor Pektin Nasional (kg) Konsumsi Pektin Asia (kg) 20 20 20 20
20 20 20 20 20 20 245.6 302.6 474.8 379.0 319.1 239.9 189.4 136.3 670.4 183.0 14653.7
14.899.4 15.377.3 16.456.8 16.689.1 17.322.5 17.876.7 18.505.9 19.117.7 19.802.9
( Sumber : Biro Pusat Statistik Sumatera Utara dan AUIC, 2010 ) Dari data
kebutuhan impor pektin
Indonesia pada tabel
1.2 dapat dibuat hubungan regresi linier antara tahun
dengan jumlah impor pektin dengan rumus, y = -1,992x + 4303, dimana untuk tahun
2015 mendatang impor pektin Indonesia diperkirakan
berjumlah 289,12 ton per tahun. Dari data konsumsi pektin Asia pada tabel 1.2
dapat dibuat hubungan
regresi linier antara
tahun dengan jumlah
impor pektin dengan
rumus, y =
632,61x – - , dimana
untuk tahun 2015
mendatang, konsumsi pektin di benua Asia diperkirakan berjumlah 24.315
ton per tahunnya.
Untuk memenuhi seluruh kebutuhan
pektin nasional dan memenuhi sekitar 50
% kebutuhan pektin di
benua Asia, maka
kapasitas produksi pabrik
yang direncanakan akan dibangung pada tahun 2015 ke depan adalah 12.000
ton pektin/ tahun. Dengan nilai yield proses produksi pektin dari kulit kakao
sebesar 9,9505 %, maka untuk menghasilkan
produk pektin sebanyak 12.000 ton/
tahun, akan dibutuhkan kulit buah
kakao sebanyak 120.597 ton/ tahun. Ketersediaan kulit kakao yang masih lebih
besar jumlahnya daripada kebutuhan kulit kakao pada industri ini menggambarkan bahwa
proses industri pabrik
pektin dari kulit buah
kakao mempunyai kemungkinan yang sangat kecil untuk mengalami krisis
bahan baku.
Skripsi Chemical EngineeringPra Rancangan Pabrik Pembuatan Pektin Dari Kulit Buah Kakao Dengan Kapasitas Produksi 12.000 TonTahun
Download lengkap Versi PDF >>>>>>>KLIK DISINI
Bab I
|
Download
| |
Bab II
|
Download
| |
Bab III - V
|
Download
| |
Daftar Pustaka
|
Download
| |
Lampiran
|
Download
|